• Driver Pack Solution

    Driver Pack Solution dapat menginstal semua jenis driver shingga anda tidak perlu dipusingkan harus menginstal driver lagi karena DriverPack Solution yang akan menscan kondisi komputer dan akan menginstalkan driver terbaru di komputer sobat. Selain itu, DriverPack Solution 13 R399 Final juga sangat lengkap dan mendukung hampir semua sistem operasi windows. Penasaran yah broo? Coba aja...

  • Hiren's boot cd

    Hiren's BootCD merupakan salah satu software yang paling sering digunakan oleh para teknisi computer dikarenakan Hiren's BootCD dapat digunakan untuk memperbaiki berbagai masalah yang sering muncul pada computer kita seperti hard drive failure, infeksi virus, partisi, pemulihan password dan pemulihan data, dapat berguna bahkan jika sistem operasi utama tidak dapat boot.

  • Flower power again

    Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut

  • Stormy coast

    Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut

  • Splash!

    Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut

0 Bagian II - Agar Tidak Gagap Lagi

Unknown | 20:54 | Be the first to comment!


 

BAGIAN II

PENGOBATAN

 

BAB 8

MENCOBA UNTUK MENGOREKSI

Pendekatan untuk merawat penderita gagap selalu intensif. Ratusan buku dan ribuan artikel telah diterbitkan di setengah abad terakhir mengenai hal ini. Teknik-teknik tertentu sering muncul dalam pembahasan; mereka selalu muncul karena sebagian dari teknik ini memang berhasil.

Terapi Relaksasi. Jenis terapi ini sejak lama telah digunakan untuk merawat penderita gagap. Ada beberapa macam variasi, tapi semuanya bertujuan untuk mengurangi tekanan otot di seluruh tubuh, sehingga pada akhirnya menghindari refleks gagap. Dalam salah satu pendekatan, pasien diminta untuk memfokuskan relaksasi pada kelompok otot tertentu (biasanya otot jari kaki), mengatupkan jari-jari dengan maksimal untuk mempertinggi kesadaran akan penarikan, setelah itu lepaskan selemas mungkin. Setiap kelompok otot diperlakukan dengan sama sampai seluruh tubuh merasa relaks. Prosedur ini, dinamakan Progressive Relaxation, pertama kali diperkenalkan oleh Edmund Jacobson pada tahun 1923, dan sering sekali digunakan untuk merawat penderita gagap. Hasil yang tercatat menunjukkan adanya peningkatan namun tidak pernah ada keberhasilan untuk menyembuhkan kegagapan sepenuhnya.

Bentuk lain dari relaksasi termasuk peregangan dalam gerakan-gerakan yoga. Dalam hal ini pemusatan peregangan berada di tulang belakang dan melibatkan gerakan memelintir, memutar dan melengkungkan tubuh. Dilakukan secara perlahan-lahan dengan meditasi, latihan ini lambat laun membuat pelakunya memiliki perilaku yag tenang – hasilnya lagi-lagi hanya merupakan peningkatan, tapi bukan kesembuhan.

Khayalan yang Dikendalikan adalah teknik relaksasi lain untuk merawat penderita gagap. Pasien dilatih untuk membayangkan adegan yang menenangkan atau aktifitas yang menyenangkan lalu mengkhayalkan mereka melakukannya sepanjang hari. Teknik ini dapat menghasilkan perasaan relaks yang besar pada beberapa pasien, tapi lagi-lagi hanya menyumbangkan peningkatan dalam berbicara.

Akhirnya, ada juga yang dinamakan pendekatan biofeedback. Elektroda ditempelkan pada berbagai otot (biasanya di sekitar leher) dan tingkat tekanan yag ditimbulkan saat bicara diukur. Para pasien dilatih untuk mengurangi tekanan dengan cara melihat alat ukur saat mereka berusaha menurunkan tingkat tekanan. Sayangnya, penemuan dengan biofeedback ternyata mengecewakan, karena kegagapan tidak membaik setelah menjalani perawatan ini.

Kesimpulannya, sepertinya pendekatan relaksasi cenderung meningkatkan atau mengurangi kegagapan dan bukannya menyembuhkan. Teknik ini tidak bisa mengurangi tekanan yang timbul dari pita suara.
Latihan Menarik Nafas Dalam-dalam. Sepertinya menghela nafas dalam-dalam sebelum berbicara dapat menghentikan gagap. Berdasarkan kepercayaan ini, beberapa terapis mengajarkan beberapa latihan menarik nafas. Beberapa dari teknik ini menekankan pada bernafas melalui diafragma sementara yang lain menekankan pada rongga tulang rusuk. Beberapa berbicara tentang pentingnya bernafas lewat hidung, sementara yang lain, lewat mulut. Dasar dari diciptakannya latihan ini adalah hasil penelitian yang mengatakan bahwa struktur nafas penderita gagap sebenarnya terganggu. Sayangnya, kebanyakan percobaan ini tidak menunjukkan banyak peningkatan.

Latihan Berbicara.
Menggunakan cara baru dalam berbicara sebagai metode perawatan kegagapan juga sering digunakan. Contohnya, beberapa terapis telah mengembangkan penggunaan cara bicara beritme seperti metronom sedangkan terapis lain menyarankan agar penderita gagap berbicara dengan apa yang disebut suara bernada, sama seperti menyanyi. Beberapa menyarankan pasien untuk berbicara pelan-pelan, sementara yang lain menyuruh mereka berteriak. Beberapa mengatakan bahwa nada suara harus dinaikkan, sementara yang lain mencoba menjelaskan pentingnya merendahkan nada. Beberapa bersikeras bahwa berbicara dengan aksen asing adalah jalan keluar terbaik, sementara ada juga yang menyarankan agar berbicara saat menarik nafas. Beberapa mengusulkan agar sebisa mungkin tidak menggerakkan bibir saat berbicara sedangkan yang lain menyarankan bicara berbisik.

Hasil dari berbagai pendekatan yang kadang bertolak belakang ini adalah serangkaian perawatan yang tidak efektif. Bukannya saya mengatakan bahwa cara baru dalam berbicara menghasilkan cara bicara yang lancar, karena kebanyakan teknik ini dapat membantu menciptakan kelancaran. Akan tetapi teknik-teknik ini tidak efektf diterapkan sebagai terapi karena pasien-pasien menolak melakukannya. Mereka merasa diri mereka seperti orang asing; mereka merasa tidak normal. Pasien-pasien ini mungkin tidak suka bicara gagap, tapi paling tidak mereka sudah terbiasa bicara gagap. Mereka tidak terbiasa berbicara dengan cara yang mereka rasa asing.

Sebagai contoh, sudah diketahui bahwa semua orang gagap di dunia akan bicara lancar saat mereka menyanyi. Tapi coba tunjukkan pada saya seorang penderita gagap yang mau bernyanyi setiap kali dia hendak berbicara. Ini kan hal yang tidak lazim. Penyanyi Country-Western, Mel Tillis, telah lama berkarir sebagai penyanyi dan ia bernyanyi dengan lancar, sama sekali berlawanan dengan kesulitan yang ia alami ketika dia berusaha berbicara. Dia malah sengaja melucu dengan kegagapannya dan biasanya para penonton ikut tertawa dengan ganjil.

Juga telah terbukti bahwa seseorang dapat berhenti bicara gagap dengan cara bicara perlahan. Pendukung teori ini dinamakan sebagai Controlled Rate Group. Para ahli terapi ini menyatakan bahwa alasan mengapa bicara perlahan bisa memperbaiki bicara gagap adalah karena cara ini memberi waktu kepada otak untuk mengganti mekanisme pernafasan, pita suara dan artikulasi yang entah mengapa tidak terkoordinasi.
Salah satu metode yang biasanya dipakai dalam rangka memperlambat bicara dinamakan Delayed Auditory Feedback (Pengaruh Balik Pendengaran yang Ditunda). Pasien berbicara lewat microphone yang dihubungkan dengan computer kecil yang merekam, memperlambat dan mengirim cara bicara baru ini ke earphone. Si pasien mendengar percakapannya ditunda selama kurang lebih dua detik. Berbicara seperti ini sulit sekali; si pemakai harus terus menyesuaikan diri dengan penundaan saat bicara.

Satu-satunya cara yang berhasil adalah dengan cara melambatkan bicara. Karena bicara lambat mengurangi bahkan menghilangkan kegagapan, keuntungan lainnya, tanpa menghiraukan kerugian karena cara bicara yang menjadi sangat lambat, adalah orang ini tidak harus berbicara lewat microphone, memakai komputer dan earphone setiap waktu.

Dalam metode lain, metronom elektronik kecil diletakkan dibelakang telinga. Kecepatan metronom dapat disesuaikan dengan si pemakai, jadi dia harus mengatakan setiap suku kata sesuai dengan metronom yang terdengar di telinganya. Jika temponya cukup lambat, Alat-Pengukur-Suku-Kata ini, begitulah namanya, akan menghasilkan cara bicara yang lancar. Tapi lagi-lagi, sisi buruk dari alat ini adalah suara yang keluar jadi tidak alami dan pemakai akan tergantung kepada alat elektronik.

Para pendukung alat ini menyanggah bahwa pasien dapat saja meningkatkan kecepatan metronom, dan jika kecepatannya sudah cukup, percakapan akan terdengar normal dan pasien dapat mengacuhkan alat ini. Pengalaman dari para pemakai, ternyata, bertolak belakang: saat tempo dipercepat, gagap muncul lagi.
Hukuman. Sebagai salah satu bentuk perawatan, metode hukuman sudah berada cukup lama di sejarah terapi untuk kegagapan. Sebagai contoh, kejut listrik telah lama dan terus dipakai untuk menciptakan stimuli yang tidak menyenangkan. Tidak ada yang suka kesetrum, yang lembut sekalipun, dan pasien akan melakukan apapun untuk menghindarinya.

Tapi psikologi pembelajaran perilaku mengatakan bahwa orang akan mempelajari suatu perilaku karena mereka diberi imbalan, dan kesetrum adalah bentuk hukuman, yang harus dihindari. Pasien akan melakukan apapun untuk menghindari kejutan listrik ini, mereka akan mengubah nada bicara mereka, menelan ludah, terbatuk, berbicara lebih perlahan atau berusaha terdengar sealami mungkin. Tapi ini tidak berarti bahwa mereka mempelajari teknik ini. Jika kejut listrik dihentikan mereka akan kembali bicara gagap lagi.

Bentuk lain dari hukuman adalah menggunakan karbondioksida sebagai perawatan. Menghirup CO2 telah lama digunakan sebagai cara untuk mengobati depresi dan masalah kejiwaan lainnya. Penggunaan CO2 kadang digunakan sebagai pengganti terapi kejut listrik. Seorang pasien yang berusia enampuluh tahun-an melaporkan dipaksa untuk menghirup CO2 saat dia masih kecil. Dia ingat setiap pagi diantar ayahnya ke seorang dokter yang memasangkan masker CO2 kepadanya. Setelah dua kali menghela nafas dia pingsan, dan ketika sadar kembali, dia sudah dalam perjalanan ke sekolah. Keadaan ini berlangsung selama satu tahun penuh tanpa ada peningkatan positif pada cara bicaranya, dan kenangan akan penyiksaan harian ini terus menempel di ingatannya selama lebih dari setengah abad.

Operasi, meskipun bukan bentuk hukuman, memiliki efek yang sama. Pendekatan dengan cara operasi dilakukan di Eropa di abad ke sembilan-belas dan masih berlangsung sampai hari ini, sekalipun sudah jarang sekali. Sebagai contoh, jika seseorang tinggal di Jerman pada tahun 1842 ada kemungkinan bahwa seorang penderita gagap akan kehilangan seluruh lidahnya. (Untuk catatan, pada waktu itu belum ditemuka obat matirasa). Para ahli bedah terus melakukan pendekatan ini selama limabelas tahun sampai akhirnya mereka memutuskan bahwa cara ini tidak efektif.

Bahkan sampai sekarangpun, beberapa ahli kesehatan terkemuka mengatakan bahwa penyebab kegagapan adalah terkuncinya lidah dan masalah ini dapat disembuhkan dengan cara memotong ligamen otot kecil yang menambatkan lidah ke mulut bagian bawah. Sayangnya tidak ada bukti bahwa aksi ini membawa efek positif pada kelancaran bicara, dan kita hanya bisa berharap agar praktek seperti ini dihentikan.

Obat. 
Perawatan terakhir bagi penderita gagap berhubungan dengan penggunaan obat-obatan. Ada tiga tipe obat yang digunakan. Yang pertama adalah anti-kejang. Ahli neorologi melihat adanya hubungan antara perilaku berjuang-untuk-berbicara dengan kegagapn dan merasa bahwa keduanya membentuk kekejangan otot. Namun akibat kurangnya pengetahuan akan psikologi, mereka tidak tahu bahwa perilaku ini sebenarnya dipelajari. Laporan pengobatan dipenuhi dengan penggunaan obat anti-kejang yang satu dan ditambah dengan yang lain sebagai perawatan untuk kegagapan. Fakta bahwa kebanyakan pasien tidak berhenti bicara gagap dan bahwa efek samping obat ini bisa saja sangat serius ternyata tidak mengurungkan para ahli neurologi untuk terus menggunakan perawatan ini.

Obat kelas kedua adalah obat penenang. Ada banyak obat semacam ini, dan banyak diantaranya, belum pernah di-tes. Banyak yang berguna untuk mengurangi stres secara keseluruhan. Tapi lagi-lagi, obat-obat ini tidak terbukti mampu menyelesaikan masalah dan efek sampingnya dapat membahayakan. Yang baru-baru ini di-tes adalah obat penenang jenis baru bernama Beta-Blockers. Obat ini kelihatannya menjajikan dan penelitian lebih jauh sedang dilakukan.

Kelompok ketiga adalah pelemas otot. Jika tegangnya otot adalah sumber utama kegagapan, maka sangat masuk akal jika kita meneliti pendekatan apapun yang bertujuan untuk mengendurkan tekanan otot. Namun, rupanya, jumlah obat yang dibutuhkan untuk melemaskan pita suara harus sangat banyak yang dapat menimbulkan efek samping yang tidak mengenakkan dan tidak aman.

Sudah jelas bahwa ada banyak sekali metode untuk merawat penderita gagap. Kebanyakan hanya berhasil pada beberapa persen penderita saja. Tetapi tidak ada yang berhasil menyelesaikan masalah dengan tuntas, dan tentu saja hal ini membuat teknik-teknik ini gagal. Kasus ini mirip dengan kanker. Kamu mengoperasi 90% bagian kanker dan yang 10% berkembang lagi. Kecuali kamu dapat menghilangkan seluruh kegagapan, sisa dari kegagapan yang tersisa akan menyebabkan gagap kambuh lagi. Juga, jika efek samping yang harus kamu tanggung untuk mendapatkan kelancaran dalam berbicara adalah cara bicara yang tidak alami atau berhubungan dengan alat-alat elektronik yang aneh, kesempatan untuk bicara lancar sudah gagal sejak awal.

 

BAB 9

TEKNIK ALIRAN UDARA PASIF

 

Saya memasang iklan di sebuah koran lokal: DICARI – seorang yang gagap semenjak kecil sampai dewasa. Saya ingin mewawancarai orang-orang tentang teknik apa saja yang mereka gunakan untuk mengatasi masalah gagap mereka; saya menawarkan bayaran 20 dolar bagi mereka yang mendaftar. Para responden disaring melalui telepon untuk mengeliminasi orang-orang yang tidak gagap, dan saya juga melakukan 72 wawancara langsung.

Wawancara ini membuktikan bahwa beberapa pasien berbicara lebih lambat dari orang pada umumnya, meskipun tidak begitu mencolok. Di sisi lain, saya menemukan lebih banyak pasien yang memperlihatkan aliran udara saat berbicara: dengan menggunakan cermin yang diletakkan di depan mulut pasien untuk melihat embun dari nafas mereka, saya dapat melihat sedikit udara keluar dari mulut mereka sesaat sebelum mereka mulai berbicara. Seakan-akan mereka memulai kalimat mereka dengan helaan nafas yang kecil, tak terlihat.

Semakin saya memikirkan masalah ini, semakin saya merasa bingung. Apa sebenarnya aliran udara ini? Apa fungsinya? Saya belum pernah melihat ini pada penderita gagap lain, tidak juga pada orang biasa yang tidak punya sejarah kegagapan. Lalu, mengapa, fenomena ini muncul pada kelompok ini?

Saya lalu mencoba mempraktekkan gerakan mengalirkan udara ini. Dan tiba-tiba jawabannya terlintas di kepala. Kuncinya ada di aliran udara. Gerakan ini dilakukan untuk memastikan terbukanya pita suara sebelum mulai berbicara. Gerakan aliran ini benar-benar pasif, tidak dipaksa, dan tampak seperti helaan nafas. Fungsinya adalah untuk membuat pita suara tetap terbuka dan relaks.

Ini menjelaskan perilaku aneh seorang pasien saya yang mengaku tidak pernah gagap saat ia merokok. Saat saya meminta dia menunjukkan, dia menyalakan sebatang rokok, menghisapnya, mengeluarkan sedikit asap, dan mulai berbicara. Mengejutkan memang, namun gagapnya hilang.

Saat itu saya bertanya mengapa dia merasa merokok membantunya, dia menjawab karena merokok membuatnya santai. Jadi saya menyimpulkan bahwa ini ada hubungannya dengan masalah psikologis. Saya sama sekali tidak menyangka bahwa jawaban sebenarnya sudah terlihat saat dia menghembuskan asap rokoknya di depan muka saya.

Setelah itu, dari buku-buku yang saya baca, saya mengetahui bahwa terbuka dan tertutupnya pita suara diatur oleh pusat-pusat pernafasan di otak. Saat kita bernafas, pusat-pusat saraf ini akan terbuka saat kita menarik masuk udara, dan tertutup saat udara kembali keluar dan saat itulah kita menghembuskan nafas.
Proses terbukanya pita suara adalah proses aktif, yang terjadi karena kontraksi sepasang otot di bagian belakang kotak suara. Fase menghembuskan nafas, sebaliknya, adalah proses yang pasif, gerakan pita suara ini terjadi saat otot lemas dan relaks. Penelitian sudah membuktikan bahwa keadaan otot pita suara mencapai titik terlemasnya pada fase menghembuskan nafas.

Dalam penelitian lain, elektroda diletakkan di dekat pita suara untuk mempelajari pola tekanan saat berbicara. Tekanan pita suara sebelum berbicara juga dipelajari. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan orang mulai mengejangkan pita suaranya diantara sepertiga detik sampai setengah detik sebelum bicara.

Jangka waktu sepersekian detik sebelum berbicara termasuk sebagai waktu yang ‘mengkhawatirkan’, karena pada saat-saat inilah pita suara sering terkunci. Saya telah mempelajari ini dengan pemindai ultrasonik di pita suara penderita gagap. Jika saja saya dapat mengurangi tekanan pita suara sebelum bicara, besar kemungkinan saya bisa menemukan cara supaya pita suara tetap terbuka sehingga menghentikan gagap.
Triknya, adalah untuk belajar menghembuskan nafas sebelum berbicara, tapi bersikaplah seakan-akan anda tidak akan berbicara melainkan hanya bernafas biasa. Otak mengira bahwa anda hanya bernafas. Jika kita dapat membodohi otak seperti itu, tekanan sebelum bicara di pita suara tidak akan terjadi.

Saya mulai bereksperimen dengan teknik aliran udara ini. Saya memulai dengan meminta seorang gagap untuk menghela nafa yang panjang dan santai. Lalu saya memintanya menghela nafas sekali lagi, namun saat setengah jalan, ia harus mengucapkan satu suku kata. Gagapnya berhenti. Saya menambahkan satu suku kata lagi, tetap tidak tampak tanda-tanda gagap.

Saya sangat terpana. Teknik ini terlihat sangat simple. Namun setiap hari hasilnya semakin meyakinkan – pasien saya menjadi lebih lancar berbicara. Semangat saya mulai membara. Saya bertanya-tanya kapan gagapnya kambuh lagi, namun ternyata tidak terjadi, sehingga saya memutuskan untuk menuju ke langkah selanjutnya. Saya meminta pasien saya untuk mencoba membuat helaan nafasnya tidak terdengar. Dengan segera dia melakukannya, dia bilang dia sudah berlatih di rumah karena dia tidak mau disebut “seperti nafas orang aneh.” Sekarang bicaranya benar-benar lancar dan dapat diterima.

Ini, saya rasa, adalah perawatan yang mengedepankan kesederhanaan. Intinya adalah memfokuskan pada apa yang telah saya duga menjadi penyebab gagap. Aliran udara yang pasif ini menjaga agar pita suara tetap terbuka dan relaks sebelum berbicara dan mengelabui otak dari semua sinyal yang dapat memicu refleks gagap.

Namun untuk beberapa pasien lain, keberhasilan teknik ini menemui serangkaian kesulitan. Meskipun mereka secara terus-menerus mempraktekkan teknik hembusan udara, mereka tetap bicara gagap. Apa yang salah?

Saya meneliti kembali penyebab timbulnya gagap pada beberapa pasien, saya menemukan empat kesalahan umum yang sepertinya memicu kambuhnya kegagapan. Saya menyebutnya penyalahgunaan aliran udara, dan semua pasien diminta untuk waspada akan kesalahan ini, sehingga mereka bisa menghindarinya.

1. Mendorong aliran udara.
Dalam kondisi tertekan, pasien cenderung memaksa keluarnya udara, yang malah akan mengunci pita suara dan menimbulkan gagap. Mereka diingatkan bahwa aliran udara harus benar-benar pasif, bahwa aliran yang dipaksa akan dianggap sebagai “h” bagi otak, dan otak akan “berpikir” bahwa semua kalimat dimulai dengan “h” dan mengakibatkan gagap muncul lagi.

2. Gagalnya Transisi.
Sumber lain kegagalan adalah tidakadanya peralihan yang mulus dari bunyi pertama di awal kata. Aliran udara terlalu pendek, dengan jeda diantara akhir aliran dan awal bicara. Tampak bahwa pasien berusaha untuk mengejar nafasnya – seakan-akan, mereka mencoba untuk menarik nafas. Jeda ini memberi waktu pita suara untuk terkunci. Saya berkata pada pasien saya, “Aliran udara ini adalah kuncimu untuk berbicara lancar, langsung sambung aliran udara ini dengan kata pertamamu.”

3. Gagalnya Maksud.
Pasien sering terlalu sibuk memikirkan bunyi pertama kalimat mereka sehingga mulut mereka membentuk posisi bunyi itu pada saat-saat terakhir aliran udara keluar. Maka dari itu, aliran udara terpengaruh oleh bunyi yang dimaksud, dan efek dari antisipasi semacam itu adalah tertekannya pita suara – yang akan mengakibatkan gagap. Pasien diingatkan bahwa tujuan utama teknik ini adalah untuk menipu otak dengan cara berpura-pura bernafas biasa. Jika mereka mulai membentuk bunyi pertama pada kata pertama, otak mereka tidak akan tertipu.

4. Menahan Aliran. Para pasien,
dalam rangka mengalirkan udara, sering menarik nafas dan menahan udara dengan cara menutup pita suara mereka, lalu memulai mengalirkan udara pada waktu yang tepat dengan cara melepaskan suara mereka. Jika mereka melakukan ini saat stres, gerakan menahan ini sering menimbulkan terkuncinya pita suara dan mereka menjadi gagap.

Para pasien diminta untuk tidak menahan aliran udara mereka tetapi mereka harus menjaga gerakan aliran udara ini, yaitu, menarik nafas dengan dengan mulus lalu membalikkan aliran udara keluar dan melepaskan nafas dengan mulus pula; tidak boleh ada pemberhentian aliran di saat apapun juga.
Dengan peringatan-peringatan ini, pasien-pasien saya dapat merespon dengan baik. Teknik Aliran Udara, jika dipraktekkan dengan benar, dapat membawa peningkatan. Meskipun kadang-kadang kegagapan muncul juga. Sepertinya teknik aliran udara ini memang sempurna, meskipun begitu beberapa pasien masih mengalami kesulitan.

Saya mencoba memeriksa kembali pasien-pasien ini dan saya menemui seorang pemuda menggunakan teknik aliran udara dengan sempurna untuk huruf “t” lalu gagap. Saya merekam beberapa halangan yang tidak bisa dijelaskan ini dan memutarnya lagi dan lagi.

Suatu malam saya sedang mendengarkan rekaman ini, bertanya-tanya apakah saya bisa menemukan jalan keluar, ketika istri saya masuk ke ruangan saya dan berkomentar, “Tahu tidak, orang-orang ini bicaranya sangat cepat.” Lalu saya menyadari fakta yang jelas ini –mereka membuat stres-kecepatan pada diri mereka sendiri. Jika seorang pasien takut akan suatu bunyi, meskipun dia menggunakan teknik aliran udara dengan sempurna, dia akan cenderung mengucapkan kata-kata dengan bunyi yang ditakuti itu dengan cepat. Hasil dari kata-kata yang terucap dengan cepat ini, otak akan mengejangkan otot-otot pita suara, mengatisipasi cepatnya cara bicara yang menyusul. Kira-kira kasusnya sama dengan seorang pelari yang mengejangkan otot-otot kakinya beberapa detik sebelum lari seratus meter. Namun jika otot-otot yang mengejang memberikan keuntungan bagi pelarinya, otot-otot pita suara yang mengejang merusak aliran udara dan menghasilkan gagap.

Dengan kata lain, bersiap-siap berbicara hampir sama dengan bersiap-siap untuk berlari maraton sejauh dua puluh enam mil. Pelari tidak perlu melakukan awalan yang cepat seperti saat sprint, dan jika kita mengukur kekejangan otot kakinya sesaat sebelum berlari, kita akan melihat tekanan yang lebih rendah.
Jika tujuan kita adalah untuk mengurangi tekanan sebanyak mungkin pada otot sebelum bicara, maka berbicara dengan awalan lambat sangat berguna. Memang, ketika saya paksa pasien saya untuk mengucapkan kata pertama dengan lambat, gagapnya berhenti.

Kami telah menemukan kombinasi dari teknik aliran udara pasif dan perlambatan kata pertama untuk menghindari kegagapan, dan teknik inilah yang saya sebut sebagai ‘”teknik yang sempurna.” Dengan “teknik yang sempurna” ini tidak mungkin gagap akan timbul. Saya mulai memberitahu pasien-pasien saya tentang fakta penting ini. Saya mengatur percakapan dengan situasi multiple-stress sehingga pasien-pasien saya dapat membuktikan sendiri kebenaran teori ini. Para pasien mengaku merasakan berkurangnya rasa khawatir dan tertekan mereka, dan efek dari kesuksesan bicara ini sangat mengesankan. Disini, untuk pertama kalinya, telah terbukti resep yang ampuh untuk memperlancar bicara.

 

BAB 10

WORKSHOP

 

Saya mulai penelitian saya dengan satu pasien lalu dengan sepasang pasien, dan menemukan bahwa hasil percakapan pasangan pasien ternyata lebih baik. Kehadiran pasien lain ternyata menambah stres dengan membuat situasi percakapan tidak lagi pribadi namun sedikit terbuka untuk umum. Dan faktor persaingan juga sedikit mewarnai percakapan mereka.

Pertama kali, saya memasangkan pasien menurut umur dan jenis kelamin. Namun saya tidak menemukan perbedaan ketika saya memasangkan pasangan dengan latar belakang berbeda. Hasil yang sama saya temui pada pasangan penggaggap tersembunyi dan terbuka juga untuk penggaggap tipe (I – IV).

Lalu saya mulai bereksperimen dengan kelompok yang lebih besar. Pertama dengan tiga orang, lalu enam, lalu dua belas, ….lagi-lagi tidak ada perbedaan, kecuali, tentu saja, semakin besar kelompok, banyak waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pengobatan juga semakin lama. Akhirnya saya memutuskan untuk membentuk kelompok dengan maksimal anggota lima belas orang sekali perawatan, dan lama setiap sesi terus bertambah dari satu jam, menjadi tiga jam,dan akhirnya sehari penuh. Saya menemukan bahwa sesi perawatan sepanjang hari memberi banyak kesempatan bagi setiap anggota untuk berpartisipasi dalam percakapan, dan tetap merasa bahwa berbicara adalah sebuah tantangan yang bukan tidak mungkin dapat mereka lakukan. Para pasien belajar dari kesalahan pasien-pasien lain dan setiap kali para pasien berbicara, mereka berbicara dimuka umum.

Setelah banyak melalui trial and error, ini adalah format perawatan yang ditemukan paling efektif, dan sekarang kami gunakan di workshop kami di National Center for Stuttering.

Kami mulai dengan mengajari pasien untuk bernafas dengan pasif melalui mulut. Saya meminta mereka membayangkan diri mereka sedang terkena demam, dengan hidung tersumbat sehingga hanya bisa bernafas lewat mulut. Saya meyakinkan mereka bahwa ini adalah cara bernafas yang paling sempurna. Cara bernafas ini seperti yang biasa mereka gunakan saat mereka sedang duduk tenang, tidak melakukan apapun – namun sekarang lewat mulut. Saya terus berbicara dengan mereka dan terus mengawasi mulut, dada dan dinding perut mereka mencari tanda-tanda aliran pasif udara.

Saat aliran udara pasif dari mulut sudah terbentuk, kami melangkah ke penggunaan aliran udara pasif sebelum mengucapkan sukukata-tunggal dan banyak-sukukata. Di fase ini kami memperkenalkan beberapa teknik feedback yang dikembangkan untuk memonitori Aliran Udara. Selain membantu pasien mengenali pola nafas mereka sendiri, cara ini juga membantu pasien untuk mengenali kualitas suara yang diciptakan oleh aliran udara yang pasif. Kualitas suara ini disebut dengan Flutter, dan berbeda pada setiap orang karena sistem pernafasan setiap orang dibentuk berbeda. Setiap pasien harus belajar untuk mengenali karakteristik dan pola Flutter mereka sendiri. Beberapa pasien dapat mempelajari ini dengan mudah; sedangkan beberapa pasien lain masih membutuhkan banyak latihan – namun berapapun waktu yang dibutuhkan, tidak akan ada kemajuan dalam Perawatan Teknik Aliran Udara tanpa terlebih dahulu menemukan pola Flutter yang konsisten.

Teknik feedback yang paling mudah, dan yang mungkin paling efektif melibatkan sebatang pipa karet sepanjang satu kaki. Salah satu ujung pipa ditempatkan tepat di depan bibir si pembicara dan ujung satunya di telinga. Maka si pasien, saat ia bernafas, dapat mendengarkan nafasnya. Alat feedback lain yang biasa digunakan adalah tape recorder. Sebuah microphone khusus dipakaikan pada semua pasien, microphone yang dapat merekam Aliran Udara per menitnya. Aliran udara ini lalu direkam dan diputar ulang untuk evaluasi. Para pasien harus belajar mengenali pola Flutter mereka dari tape recorder.

Hal terpenting dari Flutter adalah kehadirannya yang menandakan adanya aliran udara pasif. Saat aliran udara tidak lagi pasif, flutter menghilang dan digantikan dengan salah satu dari dua jenis suara nafas: aliran yang didorong atau aliran yang ditekan. Aliran yang didorong menandakan bahwa pasien sekarang secara aktif berusaha untuk mengalirkan udara keluar sedangkan aliran udara yang ditekan dihasilkan ketika pita suara sudah terkunci namun udara dipaksa lewat diantaranya. Selama workshop, aliran udara yang didorong dan ditekan direkam di tape dan diputar ulang untuk latihan. Aliran udara yang didorong dan ditekan dapat menyebabkan kegagapan dan harus dihindari.

Kesadaran akan Flutter sangatlah penting karena kelancaran berbicara akan selalu ada jika tidak ada stres. Jadi jika pasien berlatih sendiri di rumah, dia akan merasa nyaman dan santai dan mungkin juga dia benar-benar lancar berbicara; di kantor, di sisi lain, dia mungkin mendapat tekanan yang meningkatkan kadar stresnya sehingga gagapnya kambuh kembali. Oleh karena itu, para pasien memerlukan suatu indikasi bahwa latihan mereka benar. Flutter menjadi indikasi itu.

Dalam workshop kami, Flutter diperagakan menggunakan tape recorder dan setiap pasien dilatih untuk menggunakan teknik pernafasan yang benar-benar pasif. Banyak waktu dihabiskan untuk melatih fase dasar yang sangat penting ini.

Ketika Flutter dengan satu kata sudah dapat dihasilkan dengan cara yang tetap, kami melanjutkan dengan penghasilan Flutter untuk frase pendek dan untuk kalimat pendek. Dua aturan diajarkan untuk mengatasi awalan yang terlalu cepat. Aturan pertama ditetapkan untuk frase atau kalimat yang diawali dengan kata bersukukata tunggal. Aturannya begini: “Jika sebuah kalimat diawali dengan kata bersukukata tunggal, kita harus meletakkan koma, jeda dalam hati, diantara kata pertama dengan kalimat di belakangnya.” Aturan kedua berlaku jika sebuah frase atau kalimat diawali dengan kata bersukukata banyak. Aturannya berbunyi: “Jika kata pertama adalah kata bersukukata banyak, kita harus melafalkan setiap sukukata dengan kelambatan yang sama, seakan-akan kita mengikuti irama dari me-tro-nom-yang-pe-lan.”

Semua pasien diberi daftar frase dan kalimat khusus untuk dilatih. Semua latihan dilakukan menggunakan pipa karet untuk melihat ada atau tidaknya Flutter dan kelambatan kata pertama. Sebagai tambahan, contoh-contoh ini direkam di kaset secara berkala dan diputer lagi untuk evaluasi.

Selama workshop, teknik ini selalu disamakan dengan berolahraga. Olahraganya terdiri dari dua gerakan: aliran udara keluar yang pasif diikuti dengan perlambatan pengucapan kata pertama. Munculnya flutter dan lambatnya kata pertama adalah tanda bahwa olahraga dimainkan dengan benar.

Karena berbicara di depan umum biasanya dikatakan sebagai hal yang sangat sulit, saya mengembangkan kebiasaan, dipagi hari sebelum perawatan, saya menyuruh setiap pasien untuk berdiri di hadapan teman-temannya dan menyiapkan sebuah cerita pandek untuk diceritakan di akhir sesi. Beberapa jam sebelumnya, untuk memikirkan kegiatan semacam itu saja merupakan hal yang tidak mungkin; sekarang mereka berdiri dan berbicara dengan sempurna – tanpa tanda-tanda gagap.

Saat giliran salah seorang pasien berbicara, pasien-pasien yang lain diharuskan untuk bersama-sama berlatih, menirukan yang ada di depan pelan-pelan. Dengan begini, latihan berjalan terus. Sebagai tambahan, saya terus mengawasi ruangan untuk melihat apakh para pasien melakukan latihan bersama ini dengan benar. Jika saya melihat kesalahan dalam melakukan teknik aliran udara atau kegagalan untuk melambatkan kata pertama, saya akan menegur mereka di depan pasien-pasien lain dengan keras, untuk menekankan betapa pentingnya melakukan teknik ini dengan benar.

Saya mengembangkan latihan satu menit yang saya beri nama Contract untuk melancarkan penggunaan teknik dengn benar. Setelah para pasien dapat memahami dan melakukan teknik aliran udara pasif dengan benar dan diikuti dengan pengucapan kata pertama yang dilambatkan, mereka diharuskan untuk melatih mengucapkan serangkaian kalimat-kalimat yang tidak berhubungan satu dengan lainnya dengan suara keras di depan teman-teman yang lain. Kalimat-kalimat yang tidak berhubungan ini memang sengaja dipilih karena kalimat yang berhubungan satu dengan lainnya akan membentuk konteks yang dapat ditebak oleh si pasien dan mengganggu latihannya. Setiap kalimat harus diucapkan dengan sempurna, dan jika pasien ditemukan berbicara gagap, dia harus membayar satu dolar untuk setiap gagap. Komentar yang biasa saya katakan adalah, “Sekarang setelah kamu bisa menunjukkan bahwa kamu bisa mengkontrol kegagapanmu, kamu harus membayar jika kamu menunjukkan kepada dunia perilaku berjuang-untuk-bicara yang dulu lagi.” Tadinya, Contract dilakukan semenit sehari. Namun akhirnya durasinya diperpanjang.

Saya temukan bahwa perhatian pasien pada teknik sangatlah mengagumkan saat contract dilakukan. Kecenderungan otak untuk mengalihkan perrhatian biasanya batal setelah mereka ingat bahwa mereka harus membayar jika mereka gagap. Semua uang yang terkumpul saat contract selama sehari biasanya diberikan kepada anggota Workshop termuda yang terpilih untuk membelikanku makan siang. Malahan, kadang-kadang saya bisa mengumpulkan cukup uang untuk membeli pencuci mulut juga.

Saya ingat pernah merawat seorang pemuda dari Houston yang ayahnya adalah pengusaha minyak terkenal dari Texas. Pemuda berumur sembilan belas tahun ini menerima uang saku $3500 sebulan. Dia datang ke Workshop saya dengan mengendarai Turbo-Porshe dan ketika saya bilang dia harus membayar satu dolar setiap kali gagap, dia berkata “Dr. Schwartz, satu dolar bukanlah uang!” Saya langsung menjawab, “Roger, khusus untukmu limapuluh dolar sekali gagap!” Dan dia menjawab, “Begitu lebih baik, sir!”

Pasien diharuskan untuk berlatih Contract dengan seseorang di rumah selama beberapa bulan. Jika contract dilakukan dengan teman dekat atau pasangan, uangnya, alih-alih diberikan kepada pasangan latihan, harus dibuang keluar jendela. Pemikiran untuk melakukan aksi ini tentu saja membuat keduabelah pihak merasa sebal sehingga menambah perhatian khusus kepada teknik perawatan. Para pasien belajar dan berlatih Contract saat workshop dan menemukannya sangat membantu dalam mengatasi stres bahkan lama setelah workshop berakhir.

Saya ingat salah seorang pasien saya menelpon untuk mengatakan pada saya bahwa dia baru saja menjalani sebuah wawancara pekerjaan dan ketika pewawancara mulai menanyakan pertanyaan pertama, pasien saya merasa bahwa situasi ini mirip dengan situasi saat contract dan saat dia menyadari hal ini, dia memasuki fase yang dia sebut sebagai “Model Contract.” Saya bertanya apa yang dia maksud dengan “Model Contract” ini dan dia berkata bahwa ini adalah ruangan psikologi dimana dia berada saat melakukan Contract – sebuah ruangan dimana dia harus terus memusatkan perhatian kepada teknik aliran udara. Di dalam ruangan ini, tidak ada yang bisa “melemparnya.” Tidak perlu saya katakan, bahwa karena dia dapat mengontrol kata-katanya, interwiew itu berjalan lancar.

Latihan lain yang terbukti efektif adalah Penguatan. Latihan ini dibuat untuk membuat pasien menolak kecepatan bicara orang-orang disekitarnya. Ada kecenderungan bagi orang-orang untuk merespon suatu pembicaraan dengan cara bicara yang sama. Yaitu, jika seseorang berbicara terlalu cepat, kecenderungan kita adalah merespon dengan cepat pula. Jika penderita gagap berusaha untuk merespon dengan cepat, dia akan memotong waktu yang diperlukan untuk melakukan teknik dengan benar. Waktu sangat dibutuhkan untuk membiarkan udara lewat dengan pasif melalui mulut dan melambatkan kata pertama. Penguatan melatih para penderita gagap untuk menggunakan waktu ini.

Sama seperti Contract, Penguatan membutuhkan pasangan latihan. Pasangan ini menanyakan sebuah pertanyaan, dan pasien menjawab dengan sebuah kalimat, menggunakan teknik aliran udara. Ditengah-tengah kalimat ini, pasangan harus memotong dengan menanyakan pertanyaan lain. Pasien harus berhenti ditengah-tengah jawabannya, melakukan aliran udara lagi, dan, menjawab dengan kalimat lengkap, merespon – dimana di tengah-tengah kalimat ini dia dipotong dengan pertanyaan lain lagi. Hal ini berlangsung selama semenit. Pasien akan cenderung berbicara cepat, melalaikan tekniknya untuk merespon pertanyaan yang membabi-buta ini. Tujuan utama latihan ini adalah untuk menjaga Teknik Aliran Udara Pasif dan terus melambatkan kata pertama seberapapun cepatnya pertanyaan.

Saya selalu berkata pada pasien-pasien saya pada saat Workshop, seakan-akan saya ingin mereka mengembangkan suatu bentuk paranoia. Saya ingin mereka menganggap semua orang di dunia telah saya bayar untuk melatih mereka. Ini akan membuat mereka selalu waspada dan siap dengan tuntutan percakapan di dunia sekitar mereka.

 

BAB 11

LATIHAN DASAR

 

Seperti yang sudah saya singgung, Teknik Aliran Udara adalah olahraga. Otot-otot yang terlihat memang kecil namun aturannya tetap sama. Saat sesseorang ingin berolahraga, yang pertama kali harus dilakukan adalah berlatih. Sebuah kebiasaan harus dikembangkan – kebiasaan yang cukup kuat untuk mengimbangi kecenderungan mengunci pita suara. Kebiasaan ini harus dibuat otomatis serta terlihat dan terdengar alami. Memang membutuhkan waktu untuk mencapai ini – biasanya duabelas sampai limabelas minggu. Ini adalah waktu yang saya sebut sebagai Latihan Dasar.

Pasien didorong untuk membayangkan diri mereka sendiri sebagai mesin yang berada di suatu ruangan menghasilkan satu demi satu kalimat yang sempurna, memberi waktu diantara setiap kalimat untuk mempersiapkan diri mereka agar dapat menghasilkan contoh teknik yang terbaik. Kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas.

Latihan Pembangunan. Empat minggu pertama dari Latihan Dasar adalah Latihan Pembangunan. Dalam waktu ini, pasien harus menghasilkah Flutter yang konsisten dan melambatkan kata pertama mereka dalam mengucapkan kalimat yang simple dan pendek. Fase ini sangat penting karena fase ini adalah dasar dari teknik yang berkesinambungan. Jika ada sedikit saja kegagalan dalam teknik ini, dan segala macam stres akan memperparah keadaan, gagap akan datang lagi. Dalam rangka membangun tonggak yang kuat untuk kelancaran bicara, pasien harus memiliki fondasi kuat.

Latihan Jembatan. Empat sampai lima minggu berikutnya digunakan untuk menggunakan teknik di situasi real-life yang terstruktur. Latihan ini dinamakan Latihan Jembatan. Tujuannya adalah untuk menjembatani latihan dasar dengan latihan di dunia-nyata. Latihan ini dilakukan bersama dengan teman, anggota keluarga atau rekan kerja.

Pada tahap ini pasien diperkenalkan kepada MotivAider, penanda waktu elektronik yang tampak seperti pager dan dapat diletakkan di ikat pinggang atau ditaruh di saku. MoteveAider ini dapat diprogram untuk menyala dari sekali semenit atau sekali sehari, dan pada saat diaktifkan, menghasilkan getaran sepanjang setengah-menit, mengingatkan pasien untuk mempraktekkan teknik.

MotiveAider ditemukan oleh Dr. Steve Levinson, seorang psikolog dari Minnesota untuk mengingatkan pasien agar melakukan sesuatu saat interval terjadi. Di penelitian terdahulunya, dia meneliti sekelompok pasien yang depresi dan memikirkan hal-hal yang membuat mereka semakin depresi. Dia memilih pernyataan yang positif dan meminta pasiennya mengulang pernyataan itu paling tidak limapuluh kali sehari selama beberapa hari. Setelah itu mereka diberi MotiveAider. Setiap kali MotiveAider menyala, mereka harus mengulang pernyataan positif tadi dalam hati. Rangkaian pikiran negatif mereka dapat terputus pada saat jeda dan keadaan depresi ini dapat dikurangi pada sejumlah pasien.

Pada program kami, MotiveAider diprogram untuk menyala setiap tiga menit sekali dan digunakan setiap hari selama tiga minggu. Setiap kali alat ini menyala para pasien dilatih untuk berpikir, “Kalimat selanjutnya harus dilakukan dengan teknik yang sempurna.” Setelah penggunaan selama tiga minggu pasien dapar beristirahat selama seminggu dan kembali menggunakannya. Telah ditemukan bahwa beberapa kali tiga-minggu-penggunaan MotiveAider dapat membentuk kebiasaan Teknik Aliran Udara yang permanen.
Selama penggunaan MotiveAider kami juga memperkenalkan konsep latihan Nickel and Dime. Penggunaan kata, Nickel and Dime mengacu pada fakta bahwa seorang pasien pasti dapat menemukan waktu paling tidak lima sampai sepuluh menit untuk berlatih. Contohnya, banyak orang pergi bekerja dengan mobil. Perjalanan ke tempat kerja mungkin makan waktu duapuluh sampai empatpuluh menit sekali jalan. Pada saat ini mereka tidak melakukan apa-apa. Benar-benar tempat yang cocok untuk berlatih!

Di dalam mobil, para pasien diharuskan untuk menghasilkan serangkaian kalimat yang tidak berhubungan. Jika seorang pasien mengendarai mobil selama satu jam sehari, dia dapat menghasilkan paling tidak lima ribu kalimat latihan dalam seminggu – di satu lokasi itu saja!

Salah seorang pasien menghasilkan kalimat-kalimat saat menonton iklan di TV. Pasien lain berlatih saat dia pergi ke toilet. Dan seorang pemuda melaporkan ber-Nickel and Dime saat bosan.

Ada tiga jenis latihan Nickel and Dime. Yang pertama adalah “Keras-Keras.” Disini, pasien menggunakan teknik yang sempurna (Teknik Aliran Udara yang diikuti dengan perlambatan kata pertama) untuk menghasilkan serangkaian kalimat dengan keras.

Tipe latihan yang kedua adalah “Pelan-Pelan”, dan di sini pasien berlatih dengan pelan. Aliran Udara masih dihasilkan dengan pasif, kata pertama masih diucapkan perlahan, tapi artikulasi tidak diikuti dengan vibrasi pita suara. Latihan Nikle and Dime dengan pelan digunakan pada situasi ramai dimana menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan bisa dianggap tidak pantas dan mengganggu.

Bentuk ketiga latihan Nickle and Dime dinamakan “Pelan dan Ditutupi.” Di sini, pasien mengulang melakukan latihan Nikle and Dime namun, sebagai tambahan, menutupi mulutnya dengan tangan, melihat ke arah langit-langit, dan pura-pura berpikir. Karena cara ini dapat digunakan dimanapun, cara ini dapat dipakai di situasi apapun. Tentu saja, karena kata-katanya pelan dan tidak ada yang tahu, maka tidak ada kegagapan. Namun, itu tidak jadi masalah, karena pasien sebenarnya dapat mulai membaik dengan cara ini. Dia berlatih dengan diam-diam. Dan jika ada seseorang tiba-tiba datang dan bertanya sesuatu, teknik yang ia gunakan akan tetap sama, namun kali ini dengan suara keras.

Di fase “jembatan” pada Latihan Dasar ini si pasien mulai menunjukkan penggunaan otomatis dari teknik aliran udara. Dia melaporkan telah berbicara selama satu jam sebelum akhirnya sadar bahwa dia menggunakan teknik aliran udara. Dia merasakan keberhasilan teknik ini pada dunia nyata. Dia mulai melihat bahwa teknik ini dapat benar-benar membantu menghentikan kegagapannya, tidak hanya berhasil pada situasi yang benar-benar terencana, namun bisa dipraktekkan dengan pasti kapan saja. Dengan terbuktinya keberhasilan teknik ini, motivasinya menjadi semakin besar seakan-akan dia dapat melihat cahaya di ujung sebuah terowongan.

Latihan di Dunia Nyata. Tahap yang ketiga, dan yang paling akhir dari Latihan Dasar dikembangkan untuk kepastian penggunaan teknik aliran udara di segala situasi. Latihan ini dinamakan Latihan di Dunia Nyata. Seluruh latihan yang dilakukan sebelumnya adalah persiapan menuju tahap ini. Ini adalah batu loncatan untuk masa depan.

Kami memperkenalkan pasien pada serangkaian latihan dengan pengalih perhatian, yaitu, topik yang dapat mengganggu perhatian pasien dari penggunaan teknik. Sebagai contoh, kami memberikan latihan percakapan dengan topik yang ringan dan membosankan untuk dibahas dengan seorang teman. Saat pasien mulai menggunakan teknik yang sempurna pada level ini, dia akan melanjutkan mendiskusikan topik yang lebih menyita perhatian. Contohnya, jika pasien tertarik pada baseball, maka percakapan tentang baseball akan dimulai. Lagi-lagi, keharusan untuk menggunakan teknik dengan benar harus dibentuk.

Pada tahap ini kami juga memperkenalkan latihan menceritakan lelucon. Penderita gagap sering mengatakan bahwa sulit bagi mereka untuk menceritakan lelocun – apalagi saat bagian yang paling lucu datang. Bagian yang menceritakan inti dari lelucon. Biasanya diucapkan dengan penuh penekanan, dan tentu saja mengakibatkan pita suara mengejang. Sebagai tambahan, pencerita lelucon amatir biasanya menceritakan bagian ini dengan cepat – dan menaikkan nada suara juga.

Para pasien diminta untuk menceritakan lelucon mereka pada banyak orang. Contoh-contoh lelucon ini direkam dan dikirim ke Pusat Pengobatan untuk dievaluasi. Kadang-kadang seseorang mendengar suara tawa dari ruang terapi dimana seorang terapis sedang memeriksa rekaman yang dikirim oleh pasien. Orang yang mendengar bisa yakin kalau terapis itu sedang mndengarkan lelucon.

Setelah menceritakan lelucon, kita memasuki sebuah latihan kelompok yang dinamakan debat. Dalam latihan ini, pasien diharuskan memihak salah satu sisi dalam suatu masalah dan mempertahankan pendapatnya dari serangan lawan. Sering kali debat diadakan dengan Contract. Jika seorang pasien teralihkan pikirannya dan mulai melupakan penggunaan teknik, dia harus membayar untuk kelalaiannya ini. Debat mengandung latihan pengalih perhatian yang paling kuat dan jika seorang pasien sudah dapat menguasai diri saat debat maka dia sudah menyelesaikan tahap akhir Latihan Dasar.

Kini pasien sudah memiliki kebiasaan yang otomatis dan kuat. Langkah selanjutnya adalah untuk menghilangkan kebiasaan memindai – proses melihat jauh ke depan percakapan untuk mencari bunyi, kata-kata dan siuasi percakapan yang ditakuti. Saya melihat bahwa jika seorang pasien sudah berhenti gagap namun masih saja melihat percakapan jauh ke depan, ada kemungkinan gagapnya akan kambuh. Semua bekas-bekas stres yang terdahulu harus dihilangkan untuk mendapatkan hasil yang selamanya.

 

BAB 12

MENGATASI STRES-STRES TERDAHULU

 

Penggunaan teknik aliran udara secara terus-menerus akan membuahkan kelancaran berbicara. Pasien juga merasa senang dengan ditemukannya teknik yang mudah ini. Dan setelah duabelas sampai limabelas minggu Latihan Dasar, kebiasaan yang dihasilkan ternyata kuat dan otomatis. Banyak pasien merasa yakin bahwa pemakaian teknik secara berlanjut akan menghasilkan kelancaran bicara secara permanen.

Namun ternyata tidak semudah itu. Penggunaan teknik oleh pasien sering kali dibarengi dengan ketakutan pada bunyi, kata, atau situasi percakapan tertentu. Ketakutan ini, yang tadinya bertanggungjawab pada terkuncinya pita suara, kini menghasilkan penguncian yang sama secara tidak langsung – dengan cara memenuhi kesadaran dan kewaspadaan pasien sehingga mengalihkan perhatian pasien dari teknik yang mereka gunakan. Hasilnya tidak dapat dihindari: pasien akan mulai gagap, dan lebih jauh lagi, meningkatkan tingkat stres, menimbulkan kesulitan bicara lagi. Keberhasilan yang tadinya sudah diraih digagalkan oleh susunan stres yang lebih kuat.

Agar dapat mempertahankan kelancaran bicara mereka, pasien harus dapat mengatasi stres mereka secara terus-menerus. Hasil permanen telah dicapai apabila para pasien dapat menghilangkan kebiasaan memindai dan mencari kata-kata yang ditakuti. Keberhasilan penggunaan Teknik Aliran Udara bukanlah tanda pasien sudah mencapai hasil tahan lama. Ketakutan-ketakutan ini tidak akan hilang dengan sendirinya, dan berharap bahwa mereka akan pergi begitu saja tidak akan berhasil. Mereka membutuhkan perhatian yang serius – strategi yang matang dan terencana – yang kadang-kadang membutuhkan waktu berbulan-bulan. Tentu saja, setiap orang memiliki metode sendiri untuk mengatasi stres, namun disini kita memiliki dua jawaban yang efektif untuk mengatasi sisa-sisa stres terdahulu.

Desensiti Sistematis. Dikembangkan oleh sekelompok psikolog untuk menolong pasien mengatasi situasi menakutkan, desensiti sistematis melibatkan contoh-contoh pengurutan situasi stres (dari yang terendah sampai tertinggi), lalu dengan perlahan tapi pasti menuntun pasien menjalani setiap tahapnya, untuk membangun rasa percaya diri. Sebagai contoh, jika seorang pasien mengaku takut melakukan wawancara untuk pekerjaan tertentu, dia akan disarankan untuk melamar dan melakukan wawancara pada pekerjaan yang dia sebenarnya tidak tertarik terlebih dahulu. Dengan begitu pasien tidak akan merasa stres karena akan diwawancarai. Setelah berhasil dengan wawancara pertama, pasien didorong untuk melakukan wawancara pada pekerjaan yang diingini. Urutannya jelas: pekerjaan yang tidak diingini wawancaranya dilakukan terlebih dahulu, pekerjaan yang diingini diwawancarai terakhir. Setelah satu atau dua minggu, jika urutannya dipilih dengan benar, ketakutan akan wawancara kerja akan menghilang.

Saya sudah membuktikan keefektifan prosedur ini untuk mengatasi gagap. Sebuah contoh akan menunjukkan detailnya. Beberapa tahun yang lalu saya merawat seorang pria dari New Jersey, yang meskipun gagapnya sangat parah, dapat dengan sukses mengembangkan usaha jual-beli otomobil. Sekarang, di umur empatpuluh tahun, dia sangat ingin menikah dan membentuk keluarga. Namun dia selalu gagap dengan parah setiap kali berinteraksi dengan wanita.

Dia menderita urutan stres yang sangat menarik sekaligus tidak biasa: semakin cantik gadis yang dia dekati, semakin dia merasa stres dan semakin parah gagapnya.

Dia menceritakan dilema ini kepada saya suatu pagi saat kami sedang duduk di kantor saya. Penjelasannya akan ketakutan berurutan ini mencetuskan ide di kepala saya. Saya mengusulkan agar dia bersama-sama dengan saya mengunjungi serangkaian bar. Saya akan memilih barnya dan dia akan mengalami desensiti sistematis sementara kami berpindah-pindah bar. Dia menerima usul saya.

Di tempat dan waktu yang sudah ditentukan, di sebuah pinggiran kota, kami memasuki sebuah bar, dan saya menunjuk seorang perempuan yang duduk dengan sedih di pojok ruangan. Pasien saya, setelah diberitahu bahwa dia harus mendekati wanita itu dan menawarkan minuman, menolak dengan keras, berkata bahwa ini bukanlah situasi yang membuat stres karena wanita yang saya tunjuk itu tidak menarik. Saya jawab, ini adalah tempat yang paling tepat untuk memulai.

Dia mendekati wanita itu, membawa segelas minuman dan menawarkannya pada wanita itu. Percakapannya berlangsung dengan cepat dan tekniknya sempurna. Kegagapan tidak timbul.

Di lokasi berikutnya, kami menemui seorang wanita muda yang nyata-nyata memiliki masalah dengan kecanduan alkohol. Dia sepertinya sudah minum beberapa gelas sebelum kami datang dan benar-benar mabuk saat pasien saya berjalan ke arahnya dan mulai mengajak bercakap-cakap. Lagi-lagi, teknik digunakan dengan baik dan diikuti oleh kelancaran bicara. Sejenak kemudian saya berkata pada pasien saya bahwa wanita yang ini jauh lebih menarik dibandingkan dengan wanita yang duapuluh menit yang lalu diajaknya bicara, oleh karena itu, kami harus melangkah ke tahap selanjutnya.

Perjalanan dengan taxi membawa kami ke sisi lain kota dimana terletak sebuah bar yang sering dikunjungi oleh sekretaris-sekretaris dan eksekutif-eksekutif muda yang bekerja di sekitar tempat itu. Kami memilih “korban” berikutnya, seorang wanita tigapuluh tahunan yang, tidak mabuk dan cukup menarik, namun tidak begitu bersemangat berbicara dengan pasien saya karena sedang menunggu teman. Pasien saya terus berusaha, dan tetap menggunakan teknik dengan lancar meskipun ketidaktertarikan wanita itu disalahartikan sebagai penolakan oleh pasien saya sehingga memicu timbulnya Stres Tingkat Dasarnya. Dia lalu mengatakan pada saya bahwa tadi dia sempat “berada di ujung” namun dapat bertahan menggunakan teknik dengan benar.

Saya memutuskan untuk tidak naik lagi ke tingkatan yang lebih tinggi dan memilih, lagi, wanita lain yang sepertinya tidak sedang menunggu orang lain dan terlihat lebih bisa membawa diri. Pasien saya menemukan pasangan bicara yang menyenangkan dan bicara panjang lebar dengan wanita itu. Setelah percakapannya usai, dia melaporkan bahwa tingkat stresnya lagi-lagi rendah. Saya berkomentar bahwa wanita yang ini benar-benar menarik dan dia menjawab dengan terseyum.

Di bar yang selanjutnya pasien saya bermain sendiri, maksudnya, setelah kami memilih ‘orang’ kami, saya meninggalkannya sendiri dan tugasnya adalah memulai dan menjaga percakapan dengan menggunakan teknik sempurna. Saya lalu memilih wanita yang benar-benar menarik dan meninggalkannya. Duapuluh menit kemudian pasien saya menyelinap keluar dari bar dengan wajah gembira, dan seraya berjalan mendekat, dia mengeluarkan secarik kertas dari dalam kantong bajunya, disitu tertulis nomor telepon yang diberikan oleh wanita tadi.

Saya menyatakan bahwa malam masih dini dan dia bisa terus berlatih di sebanyak mungkin bar sampai ketakutannya benar-benar hilang. Dia setuju, dan pada hari-hari selanjutnya dia menghilangkan rasa takut tadi untuk waktu yang lama. Dua setengah tahun kemudian saya menghadiri pesta pernikahannya.
Pendekatan urutan yang sama dapat dilakukan untuk mengatasi ketakutan pada bunyi atau kata-kata. Contoh paling umum adalah kesulitan yang dialami kebanyakan pasien gagap dalam menyebutkan nama mereka. Alasannya jelas: seseorang tidak bisa mengganti namanya dengan kata lain, dan nama sering kali menjadi kata pertama yang diucapkan saat memulai percakapan, padahal awal kalimat adalah tempat dimana stres paling memuncak. Banyak penderita gagap ingat saat pertama kali mereka masuk sekolah dan guru mereka meminta setiap murid menyebutkan namanya. Saat giliran mereka datang, stres menggunung dan membentuk rasa takut yang menyebabkan gagap.

Dengan sejarah semacam itu tidak heran jika beberapa pasien, dalam rangka menghindari gagap saat menyebutkan namanya, selalu mengeja nama mereka atau tidak pernah meninggalkan rumah tanpa kartu nama. Seorang pasien malah mengubah namanya menjadi nama yang mudah dia ucapkan, namun stresnya tetap ada dan pada akhirnya dia tidak bisa mengucapkan nama barunya.

Jalan keluar untuk masalah mengucapkan nama ini adalah pertama-tama berlatih mengucapkannya dengan teknik yang sempurna seribu kali. Ucapkan nama berulang-ulang dengan santai, dan berlatihlah setengah jam sehari, dalam empat hari jumlah yang diharuskan tadi pasti terpenuhi. Langkah selanjutnya, pasien harus mengucapkan namanya berulang-ulang di depan orang tedekatnya, bisa jadi pasangan, orangtua atau sahabat. Paling tidak duapuluh lima kali pengulangan dalam sehari dan dia juga harus meningkatkan, setiap hari, jumlah orang yang diajak laihan.

Konsep urutan berlaku disini karena pasien mulai dengan orang yang lebih mudah, tidak begitu menakutkan dan meningkat pada orang-orang yang lebih sulit.

Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan daftar nomor telepon berawalan 800. Saat operator menjawab, pasien harus, menggunakan teknik yang sempurna, mengatakan namanya lalu menutup telepon. Memang sepertinya tidak sopan, namun saya selalu membenarkan efek dari sedikit ketidaknyamanan yang dialami operator kepada kehidupan pasien saya.

Langkah selanjutnya adalah mulai menyebutkan nama di dalam percakapan. Sejumlah strategi sudah dikembangkan. Contohnya, seorang pasien akan bercerita tentang kakek atau nenek yang mempunyai masalah pendengaran sehingga tidak bisa bercakap-cakap di telepon. Pasien akan bercerita seperti ini: “Saya sudah bilang berkali-kali, ini John Smith, tapi tetap saja kakek saya tidak mengenali cucunya sendiri.” Apakah John Smith benar-benar mempunyai kakek dengan masalah pendengaran atau tidak, itu tidak jadi masalah; yang penting dia sudah mempraktekkan menyebutkan namanya di dalam percakapan.
Saya mempunyai pasien yang menelepon hotel untuk menayakan apakah orang dengan nama mereka sudah check in, juga ada pasien yang memanggil diri mereka sendiri di airport, ada yang menelepon pusat informasi untuk menanyakan nomor telepon mereka sendiri – seorang pasien malah mengarang perusahaan fiktif dengan nama mereka sendiri dan menggunakannya untuk menceritakan investasi hebat yang telah dia dengar sebelumnya. Tentu saja, tipu-tipuan ini hanya bisa dilakukan dengan orang asing.

Untuk beberapa orang, hilangnya ketakutan pada kata atau bunyi tertentu bisa terjadi dengan cepat; untuk beberapa orang yang lain proses ini bisa jadi sangat panjang dan sulit. Sepertinya memang ada banyak variasi jumlah orang yang dengan dengan sadar dapat diyakinkan bahwa tidak ada perlunya melihat jauh ke depan dalam bercakap-cakap untuk mencari kata-kata atau bunyi yang ditakuti. Beberapa orang sangat mudah dipengaruhi: mereka butuh waktu sebentar saja untuk meyakini hal ini. Sementara yang lain masih memiliki sisa-sisa stres yang terus membayangi selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sebelum akhirnya menghilangkan kebiasaan ini.

 

BAB 13

MENCEGAH KAMBUH

 

Ironisnya, salah satu keuntungan penggunaan Teknik Aliran Udara Pasif – kecepatan yang menghasilkan kelancaran bicara – dapat pula, bagi beberapa pasien, menjadi salah satu kemunduran yang besar. Seorang pasien yang pada hari Senin bicara gagap dengan sangat parah, dapat bicara dengan sangat lancar pada hari Selasa. Dia, teman-teman, dan keluarganya mungkin sangat senang, tetapi, ahli terapisnya mungkin malah sangat khawatir.

Karena, keberhasilan yang dicapai dengan Teknik Aliran Udara Pasif dapat berbalik secepat pasien mempelajarinya, jika si pasien tidak menjaga pemakaian teknik dengan cermat. Pasien merasa dia telah mengatasi masalahnya untuk selamanya, tapi jika dia sedikit saja lengah dalam mempertahankan teknik, dia akan mudah sekali kembali gagap. Dia juga beresiko mengalami komplikasi yang tidak kentara – sebuah kondisi yang saya namakan “penyerangan bawah-sadar.”

Penyerangan bawah sadar ini hanya terjadi pada pasien yang tadinya mengalami gagap yang sedang dan parah namun dengan cepat dapat lancar berbicara. Segera setelah mencapai kelancaran berbicara, pasien melaporkan bahwa mereka menjadi mudah khawatir, selalu merasa gugup bahkan sampai ketakutan. Rasa khawatir ini bertahan selama beberapa hari dan mereka mulai merasa, kalau saja mereka masih gagap maka rasa khawatir ini akan hilang. Bagi sebagian kecil pasien, rasa takut ini sangat besar sampai-sampai mereka ingin gagap lagi. Stres ini memang akan hilang saat pasien mulai berbicara gagap lagi dan para pasien bersumpah “tidak akan dekat-dekat dengan yang namanya kelancaran bicara lagi.”

Penjelasan teoritis untuk penyerangan bawah sadar ini sebagai berikut: Alam bawah sadar memainkan peran sangat penting dalam kepribadian seseorang, serta dalam menciptakan dan mempertahankan perubahan. Dalam diri seorang yang gagap, alam bawah sadar memandang diri mereka sebagai orang gagap. Selama bertahun-tahun alam bawah sadar orang itu meyakinkan diri mereka bahwa mereka tidak bisa mengucapkan bunyi dan kata-kata tertentu di situasi tertentu – dan secara tidak sadar pasien mempercayai hal itu. Alam bawah sadar tidak menghakimi seseorang, dia menyatakan keadaan yang sebenarnya. Yang menghakimi adalah alam sadar kita.

Saat seseorang tiba-tiba berhenti bicara gagap, alam bawah sadar mereka menjadi terganggu. Lancar berbicara bukanlah hal yang normal bagi mereka; hal ini mempengaruhi konsep alam bawah sadar. Alam bawah sadar menjadi “khawatir” kalau jati diri orang ini terancam, dan satu-satunya respond yang ia lakukan adalah “membunyikan alarm” dengan cara menaikkan kadar khawatir orang tadi.

Dalam belajar psikologi, kita tahu bahwa semua perilaku yang baru dipelajari, termasuk disini adalah Teknik Aliran Udara Pasif, akan hilang dibawah perasaan stres. Meningkatnya kadar kekhawatiran seseorang adalah usaha alam bawah sadar untuk mengembalikan jati diri pasien dan menyebabkan pasien menghilangkan kelancaran bicara yang baru saja dipelajarinya. Saya sudah memeriksa masalah ini berulang kali, dalam keadaan-keadaan yang berbeda, dan saya menyimpulkan ini sebagai penyebab kambuhnya gagap pada orang yang bicara lancar dengan cepat!

Selama pengalaman saya dengan penderita gagap, saya menemukan sepertiga bagian pasien yang dengan cepat meraih kelancaran bicara mengalami penyerangan bawah sadar. Beberapa akan “mati-matian bertahan” dan dalam satu atau dua minggu penyerangan akan hilang; yang lain akan menyerah pada godaan bicara gagap lagi dan pada akhirnya kalah. Teknik Bathtub adalah perawatan yang dikembangkan oleh The National Center of Stuttering untuk mengatasi masalah ini. Pertama kali memang terdengar aneh, namun teknik ini sudah digunakan untuk mengobati 4.000 pasien dan berhasil pengurangi kasus penyerangan bawah sadar.

Teknik ini mebutuhkan tiga alat: bathtub yang penuh dengan air hangat, sebatang lilin di tempat lilin, dan sebuah cermin. Lilin dinyalakan, diletakkan di tempatnya dan ditaruh di ujung bathtub. Cermin diletakkan disebelahnya. Pasien lalu mematikan lampu, masuk ke bak mandi dan menenggelamkan diri sampai dada, ia harus bernafas dengan pelan melalui hidung, tetap membuka matanya dan memandang ke satu titik di dinding di hadapannya. Setiap kali udara keluar dari hidungnya, dia harus memikirkan kata satu. Selama melakukan ini, pikirannya akan meracau kemana-mana. Setiap kali hal ini terjadi, di harus membawa pikirannya kembali ke kata satu. Karena pikiran adalah sesuatu yang tidak disiplin, dia akan sering memaksa pikirannya kembali ke kata satu. Dia harus melakukan ini selama lima menit dan terus berdiam di dalam bathtub seperti cerek teh.

Beginilah cara kerja fase pertama teknik ini: Pertama-tama, air hangat membantu melemaskan otot-otot di tubuh pasien. Kedua, cahaya remang-remang dari lilin mencegah sinar masuk ke mata pasien. Ketiga, memfokuskan padangan mata ke satu titik di dinding mencegah mata bergerak-gerak, yang sangat penting dalam latihan ini karena gerakan-gerakan mata dapat menstimulasi kekejangan otot. Keempat, dengan berpikir tentang kata satu secara terus-menerus akan menghilangkan makna kata tadi. Seperti mengulangi mantra Hindu, hal ini mencegah pasien memikirkan tentang pekerjaannya kemarin dan rencananya besok. Pikiran-pikiran seperti ini akan menambah tekanan.

Dalam waktu lima menit tersebut, kita berusaha untuk menghilangkan sebanyak mungkin ketegangan otot, menciptakan pengalaman dalam kandungan sebanyak mungkin, karena kandungan seorang ibu adalah tempat teraman yang pernah kita tempati – hangat, lembut, gelap, kuat, tanpa pikiran, santai. Kami menggunakan model dalam-kandungan sebagai alasan psikologis dalam tahap pertama Teknik Bathtub.
Sekarang kita memasuki tahap kedua. Pasien duduk tegak di dalam bak, mengambil cermin, dan menempatkannya sedemikian rupa sampai dia bisa melihat matanya sendiri. Dengan menggunakan Teknik Aliran Udara Pasif, dia mulai mengucapkan kata “santai” berulang kali dengan pelan, menggunakan suara yang sangat lembut. Dia harus melakukan ini selama tiga menit (biasanya dapat menghasilkan limapuluh kali pengulangan). Kedua tahap awal ini dipakai untuk mengurangi ketegangan otot sampai pada titik dimana kita dapat masuk ke alam bawah sadar.

Sekarang kita sudah siap untuk tahap ketiga dan tahap yang terpenting dalam program kita. Dalam tahap ini, pasien akan mencuci otaknya sendiri; dia akan mengubah konsep-diri dari alam bawah sadar.
Pasien akan membaca sejumlah pernyataan positif yang telah disiapkan sebelumnya yang disebut pernyataan penguat. Pernyataan penguat ini disiapkan oleh pasien sendiri. Mereka membaca pernyataan ini tiga kali menggunakan Teknik Aliran Udara Pasif. Salah satu dari tiga pernyataan penguat ini dirancang untuk membangun motivasi untuk latihan secara tidak sadar. Sangatlah naif jika kita hanya mengandalkan keinginan sadar, sementara alam bawah sadar kita sedang bebas untuk dimasuki.

Motivasi bawah sadar sangat kuat namun juga lembut. Sebuah contohnya adalah menyikat gigi. Pikirkanlah menyikat gigi sebagai latihan yang kita lakukan setiap pagi dan malam hari. Entah bagaimana kita merasa bahwa menyikat gigi adalah sebuah keharusan, seakan-akan seluruh sisa hari kita tidak nyaman atau tidak lengkap jika kita tidak menyikat gigi. Kita tidak pernah bertanya mengapa kita melakukannya. Karena ini sudah menjadi keharusan dan kita tidak pernah menyebutnya latihan. Ini adalah hasil kerja alam bawah sadar, yang menyuruh kita melakukannya. Kita tidak pernah merasa lelah untuk menggosok gigi. Begitu pula dengan latihan aliran udara yang menjadi ‘tanpa sengaja’ setelah Teknik Bathtub mempengaruhi alam bawah sadar.

Setiap pasien disediakan kata isyarat hipnotis untuk diucapkan dengan pelan-pelan sebelum memasuki situasi percakapan yang membuat stres. Banyak penderita gagap, saat mereka mengatakan kata ini, merasakan penurunan yang sangat drastis pada Stres Tingkat Dasar mereka – sampai pada titik dimana mereka merasa sedang sendiri, meskipun mereka sedang berada di tengah keramaian. Maka kelancaran bicara pasti terjadi.


BAB 14

SISTEM PENDORONG

 

Penderita gagap jarang, bahkan tidak pernah, gagap saat mereka sedang bicara sendiri dengan keras. Segala upaya untuk membuat perubahan permanen pada penderita gagap, oleh karena itu, harus melibatkan “dunia luar” – yaitu, dunia percakapan dengan orang lain. Sangat sulit bagi seorang penderita gagap, setelah bicara gagap selama hidupnya, untuk tiba-tiba dapat berbicara lancar dengan orang lain, dan kadang-kadang rasa tegangnya sangat tinggi sampai-sampai dia bisa saja

 

Baca Lebih Lengkapnya disini

0 BAB 7 - Agar Tidak Gagap Lagi

Unknown | 20:39 | Be the first to comment!

KEGAGAPAN PRIMER VERSUS SEKUNDER

Pertimbangan kami akan gejala-gejala kegagapan tidak akan lengkap tanpa memperdulikan perbedaan bentuk kegagapan tingkat awal dan yang sudah lama. Mereka biasanya disebut Gagap Primer dan Gagap Sekunder, yang dibedakan berdasarkan kekuatan dan lokasi perjuangan otot. Penggaggap primer dikatakan menunjukkan pengulangan di awal setiap kalimat mereka, sementara penggaggap Sekunder berjuang dengan keras di setiap bagian kalimat mereka.

Pemeriksaan terhadap para pasien membuat saya menyimpulkan bahwa perbedaan yang dibuat berdasarkan kekuatan perjuangan-untuk-berbicara adalah kesimpulan yang salah; Penggaggap Tipe III dan IV, misalnya, tidak pernah berjuang secara terang-terangan padahal mereka sudah jelas-jelas contoh penggaggap yang parah. Oleh karena itu saya mengembangkan tiga pertanyaan yang digunakan untuk mendiagnosa informasi yang jauh lebih penting. Pertanyaan pertama adalah, “Saat kamu berbicara, apakah kamu sering melihat jauh ke depan dan mencari pengganti untuk kata-kata sulit?” Pertanyaan kedua, “Apakah kamu tahu kalau kamu akan bicara gagap saat akan bicara?” Dan yang ketiga, “Apakah kamu bicara gagap jika sedang bicara sendiri?”

Penggaggap primer akan menjawab tidak untuk ketiga pertanyaan itu. Memang, untuk anak-anak yang masih sangat muda, pertanyaan-pertanyaan ini sepertinya tidak masuk akal, dan anggapan ini adalah tanda positif bahwa anak itu tidak memiliki potensi stres. Anak-anak yang merespon begini diketahui hanya mengulang kata-kata di awal kalimat mereka. Namun perjuangan dan pengulangan mereka, bagaimanapun juga, sangat kuat.

Penggaggap sekunder biasanya akan menjawab ‘ya’ untuk dua pertanyaan pertama dan ‘tidak’ untuk yang terakhir. Jika pertanyaan terakhir juga dijawab ‘ya’, maka ini merupakan pertanda bahwa tingkat stres keseluruhannya sangat tinggi. Penggaggap sekunder biasanya mengalami perjuangan sangat keras di bagian manapun dari kalimat mereka.

Dengan menggunakan kekuatan perjuangan sebagai pembeda utama antara penggaggap primer dan sekunder, seperti yang sudah saya perkirakan, ternyata tidak terbukti. Sebagai contoh, duapuluh persen dari seluruh pasien saya adalah penggaggap tersembunyi. Mereka tidak pernah bicara gagap tapi selalu melihat percakapan jauh ke depan untuk mencari kata-kata, bunyi dan topik sulit lalu menghindari mereka. Tidak ada yang tahu kalau mereka gagap – perjuangan mereka tidak hanya sedikit; tapi bahkan tidak ada.

Jadi perbedaan Penggaggap Primer dan Sekunder tidak dapat ditentukan dari perjuangan otot yang mereka lakukan tetapi dari ada atau tidaknya potensi stres. Dapatkah para pasien melihat datangnya kata-kata, bunyi dan topik pembicaraan yang sulit? Bagi kebanyakan anak-anak berusia dibawah tujuh tahun, jawabannya adalah tidak, sehingga mereka termasuk dalam penggaggap Primer, pada kebanyakan anak berusia lebih dari sepuluh tahun, jawabannya adalah ya, jadi mereka adalah penggaggap sekunder. Selama tiga tahun waktu jeda yang terjadi, ada sebuah periode yang dinamakan Masa Transisi.

Selama masa transisi ini anak-anak dilaporkan takut untuk berbicara di situasi tertentu sedangkan pada waktu yang sama mereka tidak tahu kalau kalau mereka akan mengucapkan kata-kata yang sulit mereka ucapkan di kemudian hari. Di masa ini juga, anak-anak melaporkan bahwa kadang-kadang mereka dapat melihat kata-kata sulit akan datang namun kadang-kadang datangnya tak terduga. Seorang anak berusia delapan tahun ditanyai “Kdang-kadang kamu kesulitan saat bicara, kan? Saat merasa kesulitan itu, tahukah kamu mana kata-kata yang akan sulit kamu katakan – bisa melihat kata sulit itu tidak?” Jawabannya adalah, “Kadang-kadang.” Pertanyaan ini diikuti oleh pertanyaan lain, “Maksudmu kadang-kadang kamu tahu, tapi kadang-kadang tidak menduganya – benar begitu?” Biasanya anak tersebut akan menjawab ‘ya’. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, “Mana yang lebih sering, yang terduga atau yang tidak terduga?”

Jika anak ini menjawab lebih sering yang tidak terduga maka kita dapat memastikan bahwa dia berada dalam awal masa transisi. Namun jika dia menjawab lebih sering dapat menduga kata-kata yang sulit maka kita harus melihat anak ini sebagai penderita gagap dewasa dan memperlakukannya dengan semestinya.
Meskipun secara umum kita dapat membagi anak-anak dibawah umur tujuh tahun sebagai penggaggap primer dan anak-anak diatas sepuluh tahun sebagai penggaggap sekunder, ada banyak perkecualian untuk aturan ini. Saya pernah melihat seorang anak berusia lima tahun yang bisa mengatasi kata-kata, bunyi dan situasi percakapan yang sulit dengan perjuangan dan penggantian kata. Sebaliknya saya juga pernah melihat remaja yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi kata dan bunyi yang sulit namun hanya sedikit saja mengulang kata-kata di awal kalimat mereka.

Alasan lain mengapa saya menekankan pada ada tidaknya potensi stres adalah karena dengan cepat saya bisa menentukan terapi yang paling cocok dan hasil yang diharapkan. Seorang anak yang tidak sadar akan kata-kata dan bunyi yang sulit tidak mengerti kesulitan yang akan dia hadapi, dan karena itu dia tidak akan menderita. Motivasinya untuk menyelesaikan masalah ini menjadi rendah dan harapan untuk sembuh lebih kecil.

Penggaggap Sekunder, di sisi lain, hidup dalam antisipasi yang berkepanjangan akan kata-kata dan bunyi yang ditakuti, dan bisa dikatakan dia mengalami penderitaan emosional. Akan tetapi motivasi mereka untuk sembuh sangat besar.

Saya mencoba untuk merawat beberapa anak yang termasuk dalam penggaggap Primer atau sedang dalam Masa Awal Transisi. Beberapa kali, anak-anak ini belajar teknik untuk berhenti bicara gagap dan saat pulang ke rumah mereka berlatih dengan orangtua mereka. Sering kali, teknik pengobatan saya membuat mereka bisa bicara lancar, namun mereka tidak punya motivasi untuk meneruskan latihan yang saya jadwalkan.

Para orang tua menemukan diri mereka mendesak anak-anak mereka dan ini menimbulkan percekcokan. Orangtua akan menelepon dan menyatakan mereka frustrasi dan saya hanya bisa menawarkan untuk membuat variasi latihan. Namun inipun, lama-lama, tidak bisa membuat anak-anak tertarik lagi.

Kami lalu membuat sistem imbalan dimana seorang anak akan diberi sebuah tanda bintang emas untuk serangkaian kegiatan yang berhasil ia lakukan. Bintang-bintang yang sudah terkumpul akan ditukar dengan hadiah. Sistem ini berhasil dengan baik untuk beberapa anak, namun, gagal menarik minat pada anak-anak lain.

Terlihat sangat jelas bahwa terapi langsung tidak selalu berhasil untuk Penggaggap Primer. Di bagian lain buku ini saya akan menunjukkan rangkaian pendekatan tidak langsung yang telah terbukti berhasil untuk banyak Penggaggap Primer.
 
Catatan kasus saya menunjukkan beberapa contoh pasien yang tidak berhasil ditangani saat mereka menjadi Penggaggap Primer namun menunjukkan hasil yang memuaskan lima tahun berikutnya saat mereka telah berubah menjadi Penggaggap Sekunder. Mirip dengan menangani penyakit radang paru-paru. Mungkin sulit menangani penyakit ini saat penderitanya terserang demam, namun menjadi lebih mudah saat pasiennya ditemukan mengidap radang paru-paru.

Lanjut Ke Bagian II

0 BAB 6 - Agar Tidak Gagap Lagi

Unknown | 20:36 | Be the first to comment!

PENGGAGAP TERSEMBUNYI

Pekerjaan saya dengan orang-orang gagap membuktikan bahwa karena mereka terpelajar mereka dapat dengan cepat memindai kata-kata yang ditakuti untuk membawa percakapan ke arah lain atau menggantikannya dengan sinonim kata itu. Semua penderita gagap melakukan aksi ini sampai batas tertentu namun ada juga yang terus melakukannya sehingga sepertinya mereka sudah berhenti bicara gagap. Saya menamakan orang-orang ini “penggagap tersembunyi,” dan jumlah mereka kira-kira duapuluh persen dari keseluruhan pasien saya.

Winston Churchill adalah penggaggap tersembunyi dan dia memiliki banyak sekali perbendaharaan kata mengingat fakta bahwa dia selalu mengganti kata-kata. Penggaggap tersembunyi adalah thesaurus berjalan; mereka mengerjakan teka-teki silang langsung dengan tinta. Dan karena mereka tidak gagap saat bicara, mereka dapat berlaku dengan baik di masyarakat.

Saya ingat memeriksa seorang penggaggap tersembunyi dan terus berkomunikasi dengannya lewat surat. Istrinya menelepon saya untuk mengatakan bahwa dia sudah menerima surat saya namun bertanya-tanya apa arti surat itu karena suaminya tidak pernah bicara gagap selama sembilan belas tahun. Saya memberitahu bahwa suaminya adalan penggaggap tersembunyi dan dia suka menghindari kata-kata, bunyi dan percakapan tertentu. Wanita ini terdiam cukup lama dan lalu menanyakan serangkaian pertanyaan. “Menurut anda itukah mengapa dia selalu menyuruh saya untuk menelepon, dan alasan mengapa selalu saya yang memesan saat di restoran, juga alasan mengapa dia tidak pernah berbicara di pertemuan POMG?” Saat dia menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini, pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, saya mendengar nada suaranya menandakan bahwa dia mulai mengerti sesuatu tentang suaminya, sesuatu yang tidak ia ketahui sebelumnya.

Saya menyarankan agar dia berbicara dengan suaminya tentang masalah ini karena saya rasa jika sang suami ingin mendapatkan perawatan yang berhasil, maka dampingan dari sang istri akan sangat berguna.

Penggaggap tersembunyi melaporkan bahwa mereka merasa sangat capek di akhir hari. Mereka tidak pernah menemui percakapan yang menyenangkan, mereka harus selalu siaga, mencari, mengganti, menghindari. Dapat dikatakan, mereka sebenarnya lebih tertekan dibandingkan dengan orang yang jelas-jelas gagap, karena pada akhirnya, semua orang tahu, “semua akan terbuka.” Namun jika tidak ada yang tahu, maka orang ini harus terus waspada dengan kata-katanya, dan hal ini sangat melelahkan.

Penggaggap tersembunyi melaporkan dalam usaha mereka menyembunyikan kegagapan, mereka sering mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, terdengar bodoh atau tidak masuk akal. Mereka juga sering membiarkan akhir kalimat mereka menggantung dan berharap si pendengar melengkapi kata-kata yang hilang (padahal sulit diucapkan).

Saya ingat pernah merawat seorang penata rambut bernama Pierre dan berbicara dengan aksen Perancis yang kental. Sebagai bagian dari penelitian, saya bertanya dimana ia dilahirkan dan di menjawab Brooklyn. Mengira bahwa dia dibesarkan di Perancis, saya bertanya dimana ia bersekolah. Lagi-lagi dia menjawab di Brooklyn. “Jadi aksen anda itu palsu?”, saya bertanya. “Yup”, jawabnya tanpa aksen Perancis. Dia lalu mengatakan tentang penemuannya bahwa kalau ia berbicara dengan cara ini, dia cenderung tidak gagap, dan orang-orang akan memaklumi jika ia salah memberikan kata pengganti dalam bahasa Inggris. Juga, jika dia tidak dapat mengucapkan suatu kata tertentu seperti ‘sisir’, dia dapat dengan mudah menunjuk bendanya dan berkata, “apa bahasa Inggrisnya?”. Strategi ini berhasil dengan baik sampai suatu hari kakak iparnya menawari pekerjaan di bidang Asuransi. Dia menginginkan pekerjaan ini dan sekarang mencari pengobatan.

Para penggaggap tersembunyi bahkan sampai melampaui batas untuk menyembunyikan kesulitan mereka. Saya merawat seorang hakim yang bekerja di Pengadilan Tinggi di New England. Dia adalah seorang penggaggap tersembunyi selama lebih dari tigapuluh tahun, dan meskipun kebiasaannya mencari kata-kata pengganti menghasilkan bahasa yang agak ajaib, dia sangat pintar dalam mencari kata pengganti, bahkan dengan caranya sendiri, bahasa yang ia gunakan malah menambah karismanya.

Dia mengkontrol stresnya dengan cara meminum Valium dosis rendah setiap hari, dan dia melakukan hal ini selama lebih dari limabelas tahun. Saat sedang berlibut dengan istrinya ke Karibia, dia memutuskan untuk tidak membawa Valium dan dalam sehari dia mengalami kejang – salah satu tanda ketergantungan Valium. Ia lalu kembali menggunakan obat itu sesegera mungkin.

Dia adalah seorang warga yang dihormati dan disukai karena putusan-putusan hukumnya. Tidak mengejutkan kalau dia ditawari posisi di Pengadilan Pusat. Namun dia menolak tawaran ini dan tidak ada yang tahu mengapa. Dia mengemukakan alasan bahwa dia menyukai pekerjaannya sekarang padahal semua orang tahu bahwa posisi di Pusat adalah hadiah yang besar.

Dia menemui saya karena dua alasan. Pertama, dia ingin mengurangi pemakaian Valiumnya, dan dia merasa bahwa hal ini dapat dilakukan jika dia berhenti merasa stres karena menjadi penggaggap tersembunyi. Yang kedua, dan merupakan alasan utama mengapa dia menemui saya, ternyata berhubungan dengan alasan mengapa dia menolak posisi di Pengadailan Pusat: di Pengadilan Tinggi dia diperbolehkan memparafrase tuntutan jepada Dewan Juri, sedangkan di Pengadilan Pusat dia harus membaca tuntutan kata-per-kata, tidak boleh mmenggantinya, dan oleh karena itulah dia tidak bisa memenuhi tawaran untuk posisi ini.

Untuk pertama kalinya dia berhasil membicarakan hal ini, dan lepas dari tekanan yang berhubungan dengan pengakuannya mengurangi Stres Tingkat Dasarnya. Saya tidak menemuinya langsung; karena dia enggan menggantikan perilaku menghindarnya yang sudah terbukti ampuh dengan teknik-teknik pengobatan saya.

Namun setahun berikutnya, saat dia ditawari posisi ini lagi, dia bersedia menjalani perawatan dan dia berhasil.

Meskipun kecenderungan gagap lima kali lebih besar bagi pria dibandingkan wanita, statistik untuk penggaggap tersembunyi ternyata sebaliknya. Dalam penelitian yang hasilnya terdapat pada lampiran buku ini, 87 pasien adalah penggaggap tersembunyi. Kelompok yang diteliti terdiri dari 62 wanita dan 25 pria – rasionya dua setengah berbanding satu untuk wanita. Tampak bahwa wanita yang memilih menyembunyikan kegagapan mereka lebih banyak daripada pria.

Seorang pasien wanita yang saya rawat mengatakan bahwa dia gagap secara terang-terangan sampai usia duabelas tahun dimana dia mulai belajar cara mengganti dan menghindari kata-kata sulit. Ketika ditanya mengapa dia melakukan hal ini, jawabannya cukup mengejutkan: dia berkata “Sangat tidak feminim untuk berjuang.” Saya pikir pernyataan ini ada benarnya juga. Beberapa penderita gagap pria merasa, dengan cara tertentu, tidak apa-apa untuk menunjukkan perjuangan mereka sementara kebanyakan wanita menganggap perilaku ini tidak dapat diterima. Tentu saja tidak ada yang tahu jika alasan ini benar, tapi buktinya jelas sekali, sebanyak dua setengah kali wanita adalah penggaggap tersembunyi daripada pria.

Penggaggap tersembunyi mengalami kemajuan lebih pesat dibandingkan dengan penggaggap terang-terangan karena mereka punya lebih sedikit target untuk dicapai – mereka telah berbaur dengan baik di masyarakat dan tidak dianggap dan menganggap diri mereka sendiri cacat. Penghargaan pada diri mereka sendiri juga kemampuan sosialisasi mereka cenderung bagus. Dan saat mereka berhenti mengganti kata-kata mereka menciptakan transisi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Penggaggap terang-terangan, di sisi lain, memiliki efek langsung yang negatif di lingkungan sekitarnya dan menderita karenanya. Kemampuan bersosialisasinya cenderung buruk dan saat dia berhenti gagap dia harus mulai belajar berinteraksi dengan orang lain. Seperti yang dikatakan seorang pasien pada saya, “Dr.

Schwartz, sekarang setelah saya berhenti gagap, apa yang saya harus katakan pada orang-orang, apa yang harus saya bicarakan?”

Saya sering berkata pada penggaggap tersembunyi: “Jika kamu bicara gagap terang-terangan dan kamu berhenti, ini merupakan hadiah untuk seluruh dunia karena dunia ini tidak harus melihat dan mendengarkan kegagapanmu – juga merupakan hadiah bagi dirimu sendiri karena kamu sekarang bebas dari penderitaan.

Tapi jika kamu adalah penggaggap tersembunyi, ini adalah hadiah bagi dirimu sendiri, kamu tidak bisa mengharapkan orang-orang tertarik pada masalahmu yang tersembunyi. Hadiahnya, tentu saja, perasaan bebas untuk mengatakan apa yang kamu mau, dimanapun kamu mau, kapanpun kamu mau – tanpa merasa takut.”

Sekali waktu saya pernah merawat penggaggap tersembunyi yang, setelah mempelajari teknik dengan sukses, dan mempraktekannya selama beberapa bulan, menelepon untuk memberitahukan bahwa salah seorang temannya berkata, “John, entah mengapa, sekarang kamu lebih masuk akal kalau bicara”.

Lanjut Ke Bab 7

1 BAB 5 - Agar Tidak Gagap Lagi

Unknown | 20:30 | 1 Comment so far

EMPAT TIPE KEGAGAPAN


Keempat tipe kegagapan ini muncul dari pemeriksaan yang teliti atas banyak pasien.

Tipe I
adalah tipe ynag dianggap paling umum. Keadaan tertekan yang mengakibatkan terkuncinya pita suara sehingga menimbulkan kegagapan saat berbicara. Perjuangan untuk berbicara terdiri dari keragu-raguan, pengulangan dan perpanjangan bunyi, suku kata atau kata. Saat seseorang yang tidak gagap berpikir tentang kegagapan, yang terlintas adalah kegagapan Tipe I.

Kategori kedua adalah Tipe II.
Lagi-lagi, keadaan tertekan mengakibatkan terkuncinya pita suara yang secara refleks menimbulkan perjuangan, namun pada kasus ini perjuangan ini bukanlah bagian dari proses bicara namun sebelum bicara.

Perjuangan ini mungkin sangat keras namun penderita gagap cenderung memilih untuk menunda bicara sampai perjuangan ini berakhir – sehingga saat akhirnya mereka berbicara, mereka bicara dengan lancar.

Penderita gagap Tipe II sangat menarik saat mereka diteliti sedang bicara lewat telepon. Kepala mereka mungkin tertarik ke belakang dengan gerakan memaksa, rahang mereka gemetar, mata terkatup rapat, tangan mengepal – sementara orang yang berbicara di seberang tidak mendengar apapun, hanya jeda yang lalu diikuti oleh cara bicara yang normal. Jika saja si pendengar mengetahui perjuangan keras yang terjadi di ujung telepon, dia akan sangat terpukau dan terkejut.

Kapan hari saya merawat pasien jenis ini di Inggris. Sehari sebelum perawatan, saya membuat janji untuk bertemu di bandara kecil di luar London. Dia adalah seorang pilot dan dia menawarkan pemandangan kota dan pinggiran kota dari atas udara.

Sebagai penderita gagap Tipe II, suaranya terdenngar normal dari radio ke menara pusat, namun perjuangannya untuk berbicara yang terjadi di kabin pesawat sepanjang landasan membuat saya berpikir bahwa saya akan mengalami penerbangan yang menakutkan.

Dan memang begitu, karena perjuangannya-untuk bicara melibatkan seluruh tubuhnya, termasuk kedua tangan dan kaki. Dan setiap kalimat yang terucap dengan lancar selalu diawali dengan akrobat udara yang singkat namun membuat rambut saya melayang-layang sehingga saat penerbangan berakhir saya merasa sangat capek dan mabuk udara.

Setelah itu dia mengantar saya kembali ke London. Perjalan itu makan waktu sekitar satu jam dan sebisa mungkin saya tidak berbicara, karena setiap kali dia berbicara, mobil kami meluncur tak terkendali.

Penderita gagap Tipe II menampakkan bahwa perjuangan untuk melepaskan kaitan pita suara tidak ada hubungannya dengan proses berbicara. Kenyataan bahwa bagi kebanyakan penderita gagap perjuangan ini timbul saat berbicara (Tipe I) hanya karena_akibat dari ketidakmampuan mereka untuk menunggu dan menyelesaikan perjuangan mereka sebelum

Pada Kegagapan Tipe III,
keadaan tertekan juga mengakibatkan terkuncinya pita suara, namun penderita memilih untuk tidak berjuang namun berhenti dan menunggu sampai kuncian di pita suara terlepas dengan sendirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara: dia mungkin menyibukkan dirinya melakukan sesuatu, dia mungkin menunggu dengan sabar sampai tekanannya mengendur, dia mungkin diam-diam menarik nafas untuk membuka pita suaranya, atau dia mungkin menelan ludah untuk tujuan yang sama. Seorang pasien yang saya temui akan batuk perlahan pada saat terdiam untuk meniup pita suaranya sampai terbuka.

Pasien yang lain akan terdiam, tersenyum, dan memandang lagit-langit pura-pura berpikir keras sebelum akhirnya menjawab. Jika seseorang melihat jakunnya, maka, orang itu akan melihat pergerakan turun-naik dengan cepat selama ia “terdiam”. Apa yang dilakukan pasien ini sebenarnya adalah serangkaian aksi menelan dengan cepat untuk membuka pita suaranya. Jika satu kali menelan bisa berhasil, sesi terdiam akan terjadi dengan cepat. Namun jika pita suara terkunci lagi dengan cepat, mungkin si pembicara perlu menelan dua kali, tiga kali bahkan empat kali lagi agar ia berhasil berbicara.

Dibalik senyum, dan gaya berpikir keras, tersembunyi perjuangan yang berat dan besar untuk mengatasi kuncian otot yang menghalangi nafas dan kemampuan bicara.

Akhirnya, pada Kegagapan Tipe IV rantai kegagapan diputuskan sebelum sempat dimulai. Penderita gagap menggunakan sikap menghindari saat kebiasaannya melihat percakapan jauh ke depan mengindikasikan “ada masalah.”

Tipe ini dimasukkan ke dalam penggagap “tersembunyi” (dibahas di bab selanjutnya). Duapuluh persen dari seluruh pasien National Center of Sttutering termasuk dalam kategori ini. Pasien-pasien ini menghindari menggunakan kata-kata, bunyi, dan percakapan yang menakutkan. Tidak ada yang tahu kalau mereka adalah orang-orang gagap, namun harga yang harus mereka bayar untuk kelancaran bicara ini adalah kewaspadaan yang terus-menerus.

Penderita gagap Tipe I adalah penderita yang “tipikal”, paling sering terlihat dalam kasus kegagapan. Perjuangan mereka terjadi sebagai bagian dari berbicara. Kegagapan Tipe II, meskipun lebih jarang, juga dikenal sebagai gagap, walaupun tidak begitu merusak kamampuan bicara. Tipe III dan IV lebih bisa diterima secara sosial; karena mereka tidak dikenali sebagai salah satu bentuk kegagapan. Penderita gagap di dua kategori terakhir ini jarang mencari bantuan profesional meskipun kedua bentuk kelainan ini sangat berpengaruh kepada keadaan kejiwaan seseorang.

Saat saya memeriksa lebih banyak lagi orang gagap yang sudah dewasa, saya menemukan campuran dari keempat tipe.

Contohnya, seorang pasien mungkin berjuang untuk mengucapkan namanya, menggantikan satu kata sengan kata lain saat menjelaskan tentang pekerjaannya, dan batuk untuk melepaskan kaitan di pangkal tenggorokannya sebelum menjabarkan pengalamannya. Saya juga menemukan bahwa campuran tipe-tipe diantara para pasien ini adalah aturan dan bukan perkecualian. Ada juga, tentu saja, tipe “asli”, dan dokter-dokter dapat melihatnya kadang-kadang. Mereka biasanya penderita Tipe I dan Tipe II.

Penderita Tipe III dan IV jarang terlihat,
bukan karena mereka tidak ada, namun karena mereka tidak pernah berobat.

Lanjut Ke Bab 6

0 BAB 4 - Agar Tidak Gagap Lagi

Unknown | 20:27 | Be the first to comment!

DELAPAN PEMICU PSIKOLOGIS

Karena stres selalu bertanggung jawab atas terkuncinya pita suara, saya bertanya kepada pasien saya tentang stres yang memicu gagap mereka. Saya mencari persamaan dan benang penghubung dari jawaban mereka. Daftar jenis-jenis stres disiapkan dan disodorkan kepada pasien-pasien gagap, dan jawaban mereka dikumpulkan. Dengan cara ini saya menemukan apa yang saya sebut sebagai delapan stres dasar bagi orang gagap.

1. Stres dalam keadaan tertentu.

Ketika saya bertanya kepada penderita gagap tentang situasi yang mereka anggap paling sulit, jawaban yang sering muncul adalah, “Saat bicara di telepon.” Lebih dari 80 persen penderita gagap dewasa mengatakan takut untuk menggunakan telepon. Saya menemui pemuda berusia sembilan-belas-tahun yang memberi contoh nyata stres ini. Pemuda ini, duduk di kantor saya dan menjawab semua pertanyaan saya dengan hampir tidak tergagap.

Seperti yang biasa saya lakukan dalam tes diagnosa, saya memintanya mengangkat telepon, menelepon pusat informasi, dan meminta nomor telepon Macy’s Department Store. Dia menolak. Saya memerintahkannya untuk menelepon, saya berkata bahwa ini adalah bagian penting dari evaluasi. Dia memohon kepada saya untuk tidak memaksanya menggunakan telepon. Dia mengaku telah berhenti menggunakan telepon selama bertahun-tahun dan bermimpi buruk tentang menggunakan telepon.

Stres dalam keadaan tertentu yang paling tidak biasa dialami oleh seorang pendeta yang takut berbicara di atas mimbar. Dia bicara gagap saat masih kecil, dan mengira sudah sembuh. Setelah menjadi pendeta, dia bergabung dengan jemaat kecil. Beberapa tahun setelah itu, dia ditempatkan di gereja baru dan pada Minggu pertamanya dia harus berkhotbah di depan 800 orang jemaat. Banyaknya jumlah penontong membuat dia lemas, pita suaranya terkunci, dan efek balik dari saraf pita suaranya memicu kembali kegagapan yang sudah tidak aktif selama bertahun-tahun.

Dia mulai meminum obat penenang, tapi dosis yang harus diminum agar obatnya bekerja menimbulkan efek samping. Dia memutuskan untuk meninggalkan gereja saat dokter menyuruhnya berhenti meminum obat penenang. Dia berbicara dengan uskupnya tentang keputusan itu, berkata bahwa kegagapan ini adalah tanda-tanda bahwa dia “tidak cocok” menjadi seorang pendeta. Uskup itu, seorang yang praktis, menyarankan agar dia menemui ahli terapi kesulitan bicara terlebih dulu.


2. Stres karena kata atau bunyi tertentu.

Kebanyakan orang gagap cenderung menghindari kata-kata tertentu dan sering mengeluh mereka bermasalah dengan bunyi/suara tertentu. Bentuk stres ini, seperti juga hampir semua stres lainnya, ternyata dipelajari. Meskipun begitu, stres ini mempunyai banyak variasi – penderita gagap dapat belajar untuk takut kepada bunyi apapun, dan ketakutan ini berubah secara berkala – yaitu seseorang dapat merasa takut pada bunyi “p” dan “t” selama satu tahun dan pada “b” dan “k” pada tahun berikutnya. Kadang seseorang dapat menghilangkan ketakutannya akan bunyi apapun di suatu hari namun pada hari berikutnya ketakutan itu datang lagi.

Yang lebih sering muncul adalah ketakutan akan kata tertentu. Hampir semua penderita gagap dewasa mengalami hal ini, takut mengucapkan beberapa kata-kata tertentu. Saya merawat seorang pengacara yang bicara gagap untuk hanya sekitar dua puluh kata saja. Dia menyiapkan daftar kata-kata itu dan kami berlatih mengucapkannya. Kesulitannya dapat diatasi setelah beberapa sesi latihan.

Seorang pasien lain bermasalah dalam mengucapkan nama depannya. Dia lalu mengubah namanya secara hukum dengan nama lain yang dapat ia ucapkan dengan mudah – namun dia mulai gagap mengucapkan nama barunya. Ketika dia menemui saya, dia bahkan tidak bisa mengucapkan nama barunya itu. Saya menyemangatinya untuk terus mencoba berusaha meskipun dia mengalami kesulitan yang besar. Saya mencatat rentang waktu usahanya. Halangan ini berlangsung selama dua menit dan tiga puluh delapan detik – selama dua menit dan tiga puluh delapan detik orang ini hanya diam dan berusaha sekuat tenaga, hanya disela oleh keperluannya untuk menghela nafas. Kelegaannya akhirnya muncul saat ia berhasil menyebutkan namanya: David.

Seorang pasien lain mengaku sering berbohong ketika ditanya, “Dimana kamu tinggal?” karena dia tidak bisa mengucapkan Westport. Dan banyak pasien menyatakan sering memberi jawaban yang salah di kelas karena mereka tidak bisa mengucapkan jawaban yang benar – padahal mereka harus mengatakan sesuatu. Seorang pasien memberitahu saya bahwa umurnya dua-puluh delapan dengan mengatakan “setahun setelah dua-puluh tujuh.” Dan banyak pasien mengeluh bahwa mereka sering makan makanan yang tidak mereka inginkan di restoran hanya karena mereka tidak bisa melafalkan nama makanan yang mereka inginkan.

Kata-kata pengganti, sebaik apapun, terasa aneh dan kadang-kadang membingungkan dan memalukan. Hal ini disebabkan oleh stres karena kata atau bunyi tertentu.


3. Stres Sosok Otoriter.

Banyak pasien melaporkan mengalami kesulitan bicara dengan orang-orang yang dijabarkan sebagai sosok otoriter. Mereka dilaporkan mengalami kesulitan saat berbicara dengan atasan atau guru atau saat diwawancarai.
Seorang pasien bercerita, suatu hari dia diminta berhenti oleh polisi karena mengebut. Dia harus menjalani tes untuk melihat apakah dia mabuk atau tidak karena dia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari polisi.

Sedangkan pasien lain mengatakan bahwa pada saat sekolah semua pertanyaan dan jawaban untuk gurunya ditulis di kertas dan dibacakan keras-keras oleh teman sekelasnya.

Pada dasarnya semua pasien mengaku bahwa mereka bicara gagap hanya dengan orang-orang tertentu, misalnya, dengan orangtua. Sering kali, orangtua, yang menemukan anak-anaknya bicara gagap di rumah meminta ahli terapi bicara di sekolah untuk menyembuhkan anak mereka. Namun saat anak tersebut muncul di hadapan si ahli terapi, tidak ada tanda-tanda kegagapan. Apa yang tidak diperhitungkan oleh ahli terapi ini adalah fakta bahwa si anak hanya gagap saat dihadapkan dengan sosok otoriter orangtua sedangkan di kesempatan lain, kegagapan tidak muncul.

Seorang pemuda yang pernah saya temui tidak pernah bicara gagap dengan tunangannya tapi hanya gagap saat bicara dengan ayahnya, tidak dengan ibunya, hanya ayahnya.

Seorang pasien lain menyatakan bahwa dia tidak pernah bicara gagap dengan rekan kerjanya sampai rekannya itu mendapat promosi dan menjadi pengawasnya. Dia kini berhadapan dengan orang berotoritas dan hal ini menimbulkan stres yang mengakibatkan kegagapan.


4. Stres Karena Ketidakyakinan.

Pasien kadang menemui kesulitan bicara saat mereka merasa tidak yakin akan cara bersikap yang benar – contohnya, di tempat yang tidak dikenal seperti lingkungan baru atau tempat kerja baru atau menemui orang-orang baru. Stres ini juga dapat muncul saat seseorang tidak yakin bagaimana cara mengucapkan suatu kata dengan benar.

Stres karena ketidakyakinan menjadi stres yang paling sulit bagi seseorang yang sedang belajar bahasa asing. Ada banyak sumber ketidakyakinan disini. Yang pertama adalah ketidakyakinan akan cara pelafalan, kedua, karena perbendaharaan kata, dan ketiga, grammar. Tidak mengherankan kalau banyak pasien mengaku bicara gagap saat mengucapkan hampir semua kata dalam bahasa asing tersebut.


5. Stres Fisik.

Penderita gagap melaporkan kalau mereka mengalami kesulitan berbicara saat mereka sakit atau capek. Memang, di Eropa pada abad ke-19 sebuah sekolah terapi mengatakan bahwa penyebab utama kegagapan adalah kurang tidur. Oleh karena itu, pasien diharuskan tidur selama 14 jam sehari – untuk perawatan. Beberapa terapis percaya bahwa hanya bagian tertentu dari tubuh, biasanya lidah, yang mengalami kecapekan, dan sebuah alat lalu diciptakan untuk menyangga lidah yang “capek”. Biasanya dibuat dari emas atau gading, dipakai di rongga mulut, alat ini berfungsi sebagai pemilah dan, hasilnya, menghentikan gagap sementara. Namun setelah beberapa hari, kegagapan ini kembali lagi dengan intensitas seperti semula.
Namun seseorang tidak harus kembali ke abad ke-19 untuk menjalani terapi tidak biasa yang menganggap istirahat bicara adalah kunci untuk menyelesaikan masalah kegagapan.

Saya bertemu dengan beberapa orang yang dirawat oleh seorang terapis dari Rusia. Dia menyatakan bahwa kegagapan adalah_akibat dari alat-alat bicara yang bekerja secara berlebihan, oleh karena itu dia menyuruh semua pasiennya untuk berhenti berbicara selama enam minggu. Setelah menjalani periode diam ini, pasien mulai mengucapkan kata-kata tunggal selama beberapa minggu pertama, diteruskan dengan frase pendek dan akhirnya kalimat lengkap.

Tidak perlu dikatakan, teknik ini gagal total saat stres sebenarnya muncul dan mengunci pita suara.
Sakit jelas merupakan penyebab stres. Penyanyi Country & Western Mel Tillis mulai bicara gagap sejak umur tiga tahun setelah ia menderita malaria dan kegagapan Winston Churchill dimulai saat dia sakit parah.


6. Stres Luar.

Stres semacam ini sering disebut “berita buruk.” Ini adalah jenis stres yang timbul saat kamu baru saja dipecat atau saat kamu mendengar bahwa saudaramu sakit parah atau saat mendengar bahwa mobilmu dicuri. Pasien sering melaporkan bahwa stres luar semacam ini berperan penting dalam kesulitan berbicara mereka.

Saya merawat pasien yang merespon teknik saya dengan sangat baik dan setelah menjalani terapi intensif selama beberapa hari dinyatakan bebas dari gejala gagap di segala situasi. Dia pulang ke rumahya di Ohio dengan penuh percaya diri akan kemampuannya dan yakin bahwa penerusan programnya akan memperkuat dan mengembangkan kebiasaan barunya.

Saat dia kembali, sayangnya, dia menemukan bahwa rumahnya baru saja dirampok dan dibakar. Stres Luarnya sangat besar sampai-sampai dia butuh enam minggu untuk memulihkan kembali kemampuannya untuk mengontrol kegagapannya.

Saya telah melihat pasien-pasien yang bekerja di dunia periklanan yang keras, yang dapat bicara lancar di segala situasi setelah perawatan, namun tidak dapat mengatasi stres luarnya yang diakibatkan oleh klien yang menuntut perubahan. Saya ingat pernah melihat seorang Art Director yang kemampuan bicaranya terus menurun sejalan dengan penolakan hasil karyanya oleh klien-klien besar.


7. Stres Kecepatan.

Mungkin bentuk stres yang paling umum adalah stres yang berhubungan dengan kecepatan bicara. Stres kecepatan bertanggung jawab atas awal terjadinya kegagapan pada anak-anak. Gagap yang dihasilkan oleh bicara terlalu cepat.

Hampir semua pasien ditemukan menderita stres ini sampai batas tertentu. Pada anak-anak yang masih sangat muda, stres karena kecepatan bicara adalah satu-satunya penyebab kegagapan. Saat mereka berbicara lebih lambat, bicara mereka menjadi lancar. Orang dewasa, di sisi lain, dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stres yang lain, oleh karena itu berbicara lambat-lambat tidak berpengaruh langsung kepada kelancaran bicara.

Bahkan, kebanyakan orang dewasa tidak memperhatikan jika mereka bicara terlalu cepat atau tidak. Memang, saat saya mengukur jumlah rata-rata kata yang mereka ucapkan dalam satu menit, saat bicara mereka lancar, jumlahnya berada dalam batas normal, yaitu sekitar 130 kata per menit; sebenarnya tidak masalah seberapa cepat mereka bicara namun seberapa cepat mereka mengucapkan kata pertama dalam setiap kalimat; yaitu, seberapa cepat mereka mulai berbicara.

Saat kecepatan yang ini diukur, ternyata kecepatannya empat kali lebih cepat dari orang biasa. Dengan kata lain, orang gagap, alih-alih berbicara dengan lambat dan santai, menyerang kata-kata mereka.

Saeorang pasien yang bicara gagap pada kata-kata pertamanya mengatakan bahwa alasan mengapa dia bicara dengan sangat cepat adalah karena dia “ingin segera pergi meninggalkan tempat kejadian perkara secepat mungkin.” Apa yang tidak dia sadari, tentu saja, bahwa keinginan ini malah menghasilkan stres kecepatan dan malah menciptakan halangan yang sebenarnya ingin dia hindari.


8. Stres Tingkat Dasar.

Ada enambelas otot di dalam dan di sekitar pita suara, dan jika seseorang meletakkan sebuah elektroda di dekat salah satu otot itu orang itu akan merasakan tekanan yang terjadi di situ. Tekanan ini terjadi sepanjang waktu dan gelombangnya sangat besar. Gelombang ini dihasilkan oleh dua hal.

Yang pertama adalah hormon dalam otak – yang, melalui efek kimia di dalam pusat otak kecil, telah terbukti secara dramatis dapat meningkatkan tekanan otot. Saat pasien melaporkan bahwa kemampuan bicara mereka semakin parah, dan tidak dapat menemukan alasan yang tepat, penjelasan yang biasanya diberikan adalah meningkatnya produksi hormon ini.

Penyebab kedua dari tekanan ini adalah berubahnya keadaan yang tadinya sama dalam jangka waktu lama di kehidupan seseorang. Mungkin pekerjaan baru, dengan atasan yang bertingkah seperti orangtua – seperangkat reaksi emosional yang secara tidak sadar menghancurkan kemampuan bicara. Atau pada pasangan, yang memutuskan untuk mengubah cara hidup, sehingga merusak hubungan yang tadinya terjaga baik – dapat menimbulkan ketidakstabilan yang menimbulkan rasa khawatir dan berefek negatif pada kemampuan bicara. Semua ini dapat terjadi meskipun kedua belah pihak sudah mengerti konsekuensi dari perubahan yang mereka rencanakan.

Jika kedua faktor pendukung ini timbul bersama-sama atau dikombinasikan dengan salah satu dari tujuh macan stres yang lain, stres total yang terjadi di pita suara dapat menggunung dan mengakibatkan pasien tidak dapat bicara sama sekali. Kasus ini dapat terlihat pada anak-anak yang diketahui mengidap Stres Tingkat Dasar. Para orangtua merasa sangat khawatir terhadap hasil tes ini dan melaporkan kalau anak-anak mereka sering dapat bicara tanpa gagap selama berminggu-minggu namun tiba-tiba suatu melam mereka sama sekali tidak bisa berbicara. Banyak anak-anak seperti ini dibawa ke kantor saya saat mereka sedang dapat berbicara. Para orangtua dengan cepat menmastikan kepada saya bahwa anak-anak mereka bicara gagap kadang-kadang sangat parah, dan dengan cara tertentu minta maaf karena kesulitan anak mereka.

Mereka menyatakan sangat lega dan merasa tidak begitu bersalah lagi setelah saya menjelaskan tentang Stres Tingkat Dasar kepada mereka.

Lanjut Ke Bab 5

About Me

Blogger Indonesia yang berusaha membangun blog yang menarik yang semuanya berawal dari mimpi dan terus ingin berkarya untuk kebutuhan masa depan.....More About Me

Tanda tangan Untitled 1 Original Self Blog
Copyright © 2014 Yoke's Blog Article 2013 est - Contact me - About This Blog and Writter