BAB 7 - Agar Tidak Gagap Lagi

Unknown | 20:39 |

KEGAGAPAN PRIMER VERSUS SEKUNDER

Pertimbangan kami akan gejala-gejala kegagapan tidak akan lengkap tanpa memperdulikan perbedaan bentuk kegagapan tingkat awal dan yang sudah lama. Mereka biasanya disebut Gagap Primer dan Gagap Sekunder, yang dibedakan berdasarkan kekuatan dan lokasi perjuangan otot. Penggaggap primer dikatakan menunjukkan pengulangan di awal setiap kalimat mereka, sementara penggaggap Sekunder berjuang dengan keras di setiap bagian kalimat mereka.

Pemeriksaan terhadap para pasien membuat saya menyimpulkan bahwa perbedaan yang dibuat berdasarkan kekuatan perjuangan-untuk-berbicara adalah kesimpulan yang salah; Penggaggap Tipe III dan IV, misalnya, tidak pernah berjuang secara terang-terangan padahal mereka sudah jelas-jelas contoh penggaggap yang parah. Oleh karena itu saya mengembangkan tiga pertanyaan yang digunakan untuk mendiagnosa informasi yang jauh lebih penting. Pertanyaan pertama adalah, “Saat kamu berbicara, apakah kamu sering melihat jauh ke depan dan mencari pengganti untuk kata-kata sulit?” Pertanyaan kedua, “Apakah kamu tahu kalau kamu akan bicara gagap saat akan bicara?” Dan yang ketiga, “Apakah kamu bicara gagap jika sedang bicara sendiri?”

Penggaggap primer akan menjawab tidak untuk ketiga pertanyaan itu. Memang, untuk anak-anak yang masih sangat muda, pertanyaan-pertanyaan ini sepertinya tidak masuk akal, dan anggapan ini adalah tanda positif bahwa anak itu tidak memiliki potensi stres. Anak-anak yang merespon begini diketahui hanya mengulang kata-kata di awal kalimat mereka. Namun perjuangan dan pengulangan mereka, bagaimanapun juga, sangat kuat.

Penggaggap sekunder biasanya akan menjawab ‘ya’ untuk dua pertanyaan pertama dan ‘tidak’ untuk yang terakhir. Jika pertanyaan terakhir juga dijawab ‘ya’, maka ini merupakan pertanda bahwa tingkat stres keseluruhannya sangat tinggi. Penggaggap sekunder biasanya mengalami perjuangan sangat keras di bagian manapun dari kalimat mereka.

Dengan menggunakan kekuatan perjuangan sebagai pembeda utama antara penggaggap primer dan sekunder, seperti yang sudah saya perkirakan, ternyata tidak terbukti. Sebagai contoh, duapuluh persen dari seluruh pasien saya adalah penggaggap tersembunyi. Mereka tidak pernah bicara gagap tapi selalu melihat percakapan jauh ke depan untuk mencari kata-kata, bunyi dan topik sulit lalu menghindari mereka. Tidak ada yang tahu kalau mereka gagap – perjuangan mereka tidak hanya sedikit; tapi bahkan tidak ada.

Jadi perbedaan Penggaggap Primer dan Sekunder tidak dapat ditentukan dari perjuangan otot yang mereka lakukan tetapi dari ada atau tidaknya potensi stres. Dapatkah para pasien melihat datangnya kata-kata, bunyi dan topik pembicaraan yang sulit? Bagi kebanyakan anak-anak berusia dibawah tujuh tahun, jawabannya adalah tidak, sehingga mereka termasuk dalam penggaggap Primer, pada kebanyakan anak berusia lebih dari sepuluh tahun, jawabannya adalah ya, jadi mereka adalah penggaggap sekunder. Selama tiga tahun waktu jeda yang terjadi, ada sebuah periode yang dinamakan Masa Transisi.

Selama masa transisi ini anak-anak dilaporkan takut untuk berbicara di situasi tertentu sedangkan pada waktu yang sama mereka tidak tahu kalau kalau mereka akan mengucapkan kata-kata yang sulit mereka ucapkan di kemudian hari. Di masa ini juga, anak-anak melaporkan bahwa kadang-kadang mereka dapat melihat kata-kata sulit akan datang namun kadang-kadang datangnya tak terduga. Seorang anak berusia delapan tahun ditanyai “Kdang-kadang kamu kesulitan saat bicara, kan? Saat merasa kesulitan itu, tahukah kamu mana kata-kata yang akan sulit kamu katakan – bisa melihat kata sulit itu tidak?” Jawabannya adalah, “Kadang-kadang.” Pertanyaan ini diikuti oleh pertanyaan lain, “Maksudmu kadang-kadang kamu tahu, tapi kadang-kadang tidak menduganya – benar begitu?” Biasanya anak tersebut akan menjawab ‘ya’. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, “Mana yang lebih sering, yang terduga atau yang tidak terduga?”

Jika anak ini menjawab lebih sering yang tidak terduga maka kita dapat memastikan bahwa dia berada dalam awal masa transisi. Namun jika dia menjawab lebih sering dapat menduga kata-kata yang sulit maka kita harus melihat anak ini sebagai penderita gagap dewasa dan memperlakukannya dengan semestinya.
Meskipun secara umum kita dapat membagi anak-anak dibawah umur tujuh tahun sebagai penggaggap primer dan anak-anak diatas sepuluh tahun sebagai penggaggap sekunder, ada banyak perkecualian untuk aturan ini. Saya pernah melihat seorang anak berusia lima tahun yang bisa mengatasi kata-kata, bunyi dan situasi percakapan yang sulit dengan perjuangan dan penggantian kata. Sebaliknya saya juga pernah melihat remaja yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi kata dan bunyi yang sulit namun hanya sedikit saja mengulang kata-kata di awal kalimat mereka.

Alasan lain mengapa saya menekankan pada ada tidaknya potensi stres adalah karena dengan cepat saya bisa menentukan terapi yang paling cocok dan hasil yang diharapkan. Seorang anak yang tidak sadar akan kata-kata dan bunyi yang sulit tidak mengerti kesulitan yang akan dia hadapi, dan karena itu dia tidak akan menderita. Motivasinya untuk menyelesaikan masalah ini menjadi rendah dan harapan untuk sembuh lebih kecil.

Penggaggap Sekunder, di sisi lain, hidup dalam antisipasi yang berkepanjangan akan kata-kata dan bunyi yang ditakuti, dan bisa dikatakan dia mengalami penderitaan emosional. Akan tetapi motivasi mereka untuk sembuh sangat besar.

Saya mencoba untuk merawat beberapa anak yang termasuk dalam penggaggap Primer atau sedang dalam Masa Awal Transisi. Beberapa kali, anak-anak ini belajar teknik untuk berhenti bicara gagap dan saat pulang ke rumah mereka berlatih dengan orangtua mereka. Sering kali, teknik pengobatan saya membuat mereka bisa bicara lancar, namun mereka tidak punya motivasi untuk meneruskan latihan yang saya jadwalkan.

Para orang tua menemukan diri mereka mendesak anak-anak mereka dan ini menimbulkan percekcokan. Orangtua akan menelepon dan menyatakan mereka frustrasi dan saya hanya bisa menawarkan untuk membuat variasi latihan. Namun inipun, lama-lama, tidak bisa membuat anak-anak tertarik lagi.

Kami lalu membuat sistem imbalan dimana seorang anak akan diberi sebuah tanda bintang emas untuk serangkaian kegiatan yang berhasil ia lakukan. Bintang-bintang yang sudah terkumpul akan ditukar dengan hadiah. Sistem ini berhasil dengan baik untuk beberapa anak, namun, gagal menarik minat pada anak-anak lain.

Terlihat sangat jelas bahwa terapi langsung tidak selalu berhasil untuk Penggaggap Primer. Di bagian lain buku ini saya akan menunjukkan rangkaian pendekatan tidak langsung yang telah terbukti berhasil untuk banyak Penggaggap Primer.
 
Catatan kasus saya menunjukkan beberapa contoh pasien yang tidak berhasil ditangani saat mereka menjadi Penggaggap Primer namun menunjukkan hasil yang memuaskan lima tahun berikutnya saat mereka telah berubah menjadi Penggaggap Sekunder. Mirip dengan menangani penyakit radang paru-paru. Mungkin sulit menangani penyakit ini saat penderitanya terserang demam, namun menjadi lebih mudah saat pasiennya ditemukan mengidap radang paru-paru.

Lanjut Ke Bagian II

Kode Smiley Untuk Komentar


:a :b :c :d :e :f :g :h :i :j :k :l :m :n :o :p :q :r :s :t
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

About Me

Blogger Indonesia yang berusaha membangun blog yang menarik yang semuanya berawal dari mimpi dan terus ingin berkarya untuk kebutuhan masa depan.....More About Me

Tanda tangan Untitled 1 Original Self Blog
Copyright © 2014 Yoke's Blog Article 2013 est - Contact me - About This Blog and Writter
Related Posts with Thumbnails